Investasi fiktif PT Taspen berujung kerugian negara ‘ratusan miliar’ – Mengapa pengelolaan dana di BUMN kerap bermasalah?

Menurut pengamat, skandal investasi fiktif di PT Taspen (Persero) senilai ratusan miliar menunjukkan perusahaan pelat merah melakukan pelemahan pengelolaan dana jaminan sosial.

Pasalnya kejadian serupa menimpa Jivasraya dan Asabri, dan jumlah kerugian investasinya mencapai puluhan hingga puluhan triliun.

Pengamat jaminan sosial Timboel Siregar mengatakan setidaknya ada tiga alasan mengapa perusahaan milik negara tidak mampu mengelola dana publik: peraturan investasi yang tidak jelas, lemahnya pengawasan, dan pemilihan pejabat untuk tujuan politik.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris PT Taspen Corporation Mardiyani Pasaribu mengatakan pihaknya akan bekerja sama dan mendukung penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Ia juga menyatakan PT Taspen telah mengelola perusahaan dengan baik dan kebijakan yang diterapkan selalu mencerminkan ketentuan Undang-Undang BUM.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas memastikan dana pensiun PNS di Taspen masih aman dan tidak ada masalah dalam pencairan manfaatnya. Bagaimana korupsi di PT Taspen?

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan terhadap kegiatan investasi bodong yang melibatkan perusahaan lain milik PT Taspen pada tahun anggaran 2019.

Dari sana, tim penyidik ​​menginterogasi beberapa orang dan menggeledah tujuh lokasi berbeda di Jakarta.

Penyidik ​​menyita dokumen, catatan investasi keuangan, perangkat elektronik, dan sejumlah besar uang dalam mata uang asing selama penggeledahan.

KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus ini, yakni Direktur Utama PT Taspen Antonius Kosasih dan CEO PT Insight Investments Management Ekiawan Heri Primarianto.

Komisi Pemberantasan Korupsi memperkirakan nilai investasi fiktif ini mencapai ratusan miliar dari total $1 triliun. Ali Fikri, juru bicara KPK, mengatakan jumlahnya bisa bertambah.

“Saat ini dalam penyelidikan, itu semua tanda-tanda awal, bukan nanti. Tapi sebenarnya ada ratusan miliar yang diduga palsu.”

“Kalau uang 1 triliun rupiah itu ternyata rekayasa dalam perjalanan, pasti kami ambil dari situ,” kata Ali Fikri kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (03/05).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dana investasi tersebut diduga dikelola oleh PT Insight Investments Management. Namun KPK tak membeberkan rincian cara yang digunakan para tersangka.

Atas keputusan tersangka tersebut, Menteri BUMN Eric Tohir memecat Antonius Kosasich dari jabatannya sebagai Dirut PT Taspen. Mengapa pengelolaan dana di BUMN sering bermasalah?

Pengawas asuransi dan jaminan sosial Timboel Siregar mengatakan pemerintah sudah tiga kali menolak mengelola dana jaminan sosial.

Pada tahun 2019, Jivasraya gagal memenuhi kebijakan kliennya karena menginvestasikan dana peserta pada instrumen keuangan berisiko.

Saat itu, Kejaksaan Agung menetapkan besaran kerugian negara mencapai 13,7 triliun dolar AS.

Pada tahun 2020, Kejaksaan Agung kembali mengungkap permasalahan yang hampir sama dengan Asabry.

Perusahaan milik negara ini menderita kerugian sebesar $10 triliun karena kesalahan pengelolaan investasi saham, sehingga nilainya anjlok.

Taspen kini diduga melakukan investasi palsu senilai ratusan miliar.

Menurut Timboel, setidaknya ada tiga penyebab perusahaan pelat merah tidak mampu mengelola dana masyarakat dari kasus tersebut.

Pertama, karena belum adanya regulasi tegas terkait investasi.

Perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas seperti Jivasraya, Asabry dan Taspen pada umumnya berorientasi pada keuntungan atau memaksimalkan keuntungan.

Itulah sebabnya perusahaan-perusahaan ini mengizinkan kliennya untuk menginvestasikan dananya di berbagai instrumen keuangan seperti obligasi pemerintah, tabungan, reksa dana, saham, dll.

Satu-satunya masalah, kata Timboel, adalah tidak ada aturan tegas mengenai jenis produk investasi apa yang diperbolehkan.

Peraturan OJK Nomor 12 Tahun 2016 hanya mengatur investasi minimal 30 persen pada obligasi pemerintah, dan 70 persen sisanya dapat dikelola dengan cara lain.

“Misalnya suatu saham seharusnya masuk dalam kategori LQ45 atau sangat likuid, ternyata tidak ada,” kata Timboel.

“Jadi saham apa saja boleh dibeli. Beda dengan BPJS Ketenagakerjaan yang tidak boleh membeli saham gorengan.”

Praktik seperti itu terlihat jelas dalam kasus Jivasraya, yang menginvestasikan 22,4% aset keuangannya di saham, kata Timboel.

Begitu juga dengan Asabry. Setidaknya 13 investasi saham dibeli tetapi memiliki return negatif.

Permasalahan kedua adalah lemahnya pengawasan oleh badan independen seperti Badan Jasa Keuangan (OJK).

Pengamat asuransi Irwan Raharjo mengatakan saat ini OJK fokus pada sektor keuangan, bukan hanya perbankan.

Padahal, tugas mereka adalah mengawasi investasi saham perusahaan pelat merah.

Timboel Siregar mengamini. Dia mengatakan OJK tidak berbuat apa-apa terhadap laporan keuangan yang disampaikan Taspen dan hanya mengambil tindakan saat kejadian itu terjadi.

Baginya, tindakan seperti itu bukanlah bentuk kontrol.

“Pengendalian harus aktif dalam pencarian sehingga mereka bisa melakukan tindakan preemptif. Ini seperti mereka bekerja di hilir. Hal ini terjadi terlebih dahulu, baru mereka bertindak.”

“OJK sebaiknya melakukan scout sebelum berinvestasi. Misalnya Taspen ingin membeli saham A, dan OJK minta pergi dan melakukan penelitian. Supaya uang masyarakat aman.”

Persoalan ketiga, mudahnya “mempermainkan” anggaran karena penempatan anggota dewan dan komisi bersifat politis.

Timboel mengatakan, pejabat yang menduduki jabatan direksi dan komisaris tidak dipilih berdasarkan kompetensinya, melainkan diangkat langsung oleh menteri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dan seringkali masyarakat yang terpilih dikaitkan dengan dukungannya pada saat kontestasi pemilu atau yang sering disebut dengan politik “timbal balik”.

“Merekalah yang membubarkan BUMN-BUMN tersebut,” jelas Timboel. Apa jawaban PT Taspen?

Menanggapi pengusutan kasus korupsi yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, Sekretaris Perusahaan PT Taspen Mardiyani Pasaribu mengatakan, pihaknya akan bekerja sama dan mendukung lembaga antirasuah tersebut.

Ia juga menyatakan PT Taspen telah mengelola perusahaan dengan baik dan kebijakan yang diterapkan selalu mencerminkan ketentuan Undang-Undang BUM.

“Taspen senantiasa menerapkan tata kelola perusahaan yang baik berdasarkan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan kewajaran sesuai dengan arahan yang diberikan Menteri Keuangan dan Undang-Undang Keuangan,” ujarnya.

Laporan keuangan PT Taspen diaudit secara berkala oleh kantor akuntan publik (KAP), tambahnya. Selain itu, berdasarkan temuan pemeriksaan BPK tahun 2018-2022, PT Taspen tidak menemukan temuan yang tidak wajar terkait pengelolaan keuangan.

Namun, lanjutnya, PT Taspen akan taat hukum selama pemeriksaan KPK. Pihak perusahaan juga disebut telah menyiapkan informasi dan dokumen yang dibutuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi.

PT Taspen (Persero) mencatat melayani 6,79 juta orang hingga Desember 2023.

Jumlah peserta tersebut terdiri dari 3,6 juta peserta aktif dan 3 juta pensiunan Aparatur Sipil Negara (SSC), Pegawai Negeri Sipil dengan Kontrak Kerja (PPPK) dan PNS.

Layanan yang diberikan Taspen meliputi tabungan hari tua, asuransi kecelakaan kerja, program pensiun, dan asuransi kematian. Apakah dana pensiun pegawai pemerintah aman?

Sebelumnya, Anggota Komisi 7 DPR RI Rieke Dia Pitaloka mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keamanan dana pensiun yang dikelola PT Taspen setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan adanya tindak pidana korupsi.

Rieke mengatakan, pejabat Taspen selalu memastikan pendanaan peserta aman. Meski ada perilaku kasar pemotongan gaji pegawai pemerintah yang dikelola perusahaan pelat merah itu.

Ia kemudian menekankan pentingnya mencegah kasus serupa yang melibatkan PT Asabri dan PT Jivasrayah. Sebab, tabungan dan dana pensiun merupakan potongan gaji PNS, bukan dari ATC.

Ratusan miliar yang terkumpul di PT TASPEN dipotong dari gaji pegawai pemerintah, bukan uang gratis negara, kata Rieke dalam keterangannya.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas memastikan dana pensiun PNS di Taspen masih aman dan tidak ada kendala dalam pencairan manfaatnya.

Taspen masih aman, kata Anas usai Rakornas Persiapan Pengadaan ASN 2024 di Hotel Bidakara, Jakarta. Apa solusi untuk masalah ini?

Pengamat asuransi dan jaminan sosial Irwan Raharjo dan Timboel Siregar menilai pemerintah sebaiknya mempertimbangkan penggabungan perusahaan asuransi milik negara ke dalam BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Undang-undang menetapkan bahwa merger tidak boleh ditunda setelah tahun 2029.

Menurut Irwan, jika BPJS Ketenagakerjaan yang mengurusi pengelolaan dana, maka “hantunya” tidak lagi mencari keuntungan dan keuntungan sebesar-besarnya. Namun prinsip gotong royong diutamakan.

“Semangat BPJS Ketenagakerjaan adalah fidusia, jadi asetnya milik peserta, bukan milik BUMN atau swasta.”

Sementara kita tahu BUM lemah dari segi tata kelola, kata Irwan.

Sementara itu, Timboel Siregar juga meyakini pengelolaan dana asuransi dan jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan akan lebih transparan dan ketat.

Karena di sana aturan investasinya lebih detail dan jelas.

Pejabat dan pengawas tidak diangkat oleh menteri. Tapi berdasarkan pilihan.

“Pengawas BPJS sebagian besar adalah Dewan Jaminan Sosial Nasional, OJK, dan BPKP. Karena tidak bisa mengelola dana sesuai keinginan, mereka melakukan investasi bodong.”

“Kita harus belajar dari kerugian di Asabri, Jivasraya, dan Taspen yang pada akhirnya mengganggu jaminan sosial PNS dan PPPK.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *