Reporter Tribunnews.com Eko Sutriyanto melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia merupakan negara dengan banyak ragam seni, seni, musik dan budaya, salah satu yang terlengkap di dunia.
Dengan beragam alat musik dan alat musik yang berwarna-warni dan unik, Indonesia telah menjadi raksasa seni dan budaya di dunia.
Segala kekayaan budaya khususnya musik dan seni karawitan merupakan kekayaan dan warisan budaya yang harus dilindungi dengan baik.
Musisi, organisator, produser dan pianis Rudy Octave percaya bahwa karya ini tidak akan tercapai jika genre tersebut tidak memiliki nama, sehingga akan menyulitkan orang untuk mengenali, memberi nama, mengingat dan mengkomunikasikan jenis musik tersebut.
Ia mengatakan, Senin (28 Oktober 2024) di Jakarta, “Nama-nama pantun harus tersusun dengan baik dan komunikatif agar segera tercipta tarian pergaulan yang mudah dikenali oleh penonton.”
Hal ini juga akan membantu mempromosikan budaya dan daerah asal musik tersebut, serta akan segera menjadi identitas daerah dan negara asal musik tersebut.
“Misalnya pada genre musik latin kita mengenal genre salsa dan tari salsa, genre bolero dan genre bolero, genre samba dan genre samba, serta genre tango dan tari salsa. tango”.
Bagi Rudy Octave, itu merupakan harta karun dan warisan budaya yang perlu dijaga dengan baik.
Misalnya saja gambang kromong, tanjidor, gamelan, dan rindik. Namun sedikit orang yang mengetahui bahwa Kromong gambang, tanjidor, gamelan dan rindik merupakan alat musik atau alat musik, bukan sekedar nama irama dan cara bermain serta bunyi alat musik tersebut.
Sementara itu, nama-nama ritme, permainan drum, dan permainan alat musik yang menjadi ciri khas kebudayaan ini rupanya masih belum disebutkan namanya, dikenal dan terdokumentasi dengan baik.
Hal ini menimbulkan kebingungan mengenai warisan musik tradisional di Indonesia.
Fakta inilah yang mengawali Rudy Octave menciptakan wadah dan media untuk mengumpulkan, mencatat dan menulis informasi berupa lembaga penelitian musik budaya Indonesia bernama LINI atau Lembaga Nasional Indonesia.
Diantara berbagai seni musik tersebut, dibukalah Institut Lagu Nasional Indonesia (LINI) sebagai wadah pencatatan, pelestarian dan pemajuan musik tradisional Indonesia.
Dengan segala kebudayaan yang ada, LINI menjadi jembatan bagi generasi mendatang untuk mempelajari dan mengapresiasi warisan budaya yang tak ternilai harganya tersebut.
Peresmian LINI bukan sekedar peristiwa siklus, namun menjadi harapan baru bagi pelestarian musik tradisional Indonesia.
“Kami berharap lembaga ini dapat mempersiapkan generasi mendatang untuk lebih menghargai dan memahami warisan budaya tanah air,” ujarnya.
Apalagi saat dunia sedang menghadapi kesulitan dalam mengenali dan merawat budaya lokal, LINI menjadi mercusuar harapan untuk menjaga kekayaan seni dan budaya Indonesia agar tetap relevan di masa depan.
“Dengan dukungan seluruh elemen masyarakat, keinginan untuk meneruskan dan mengembangkan musik tradisional menjadi mustahil.”