Institusi Keuangan Indonesia Dinilai Perlu Jajaki Pendalaman untuk Perkuat Industri Kredit Nasional

Dilansir reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sektor keuangan Indonesia dinilai perlu mengeksplorasi kedalaman keuangan untuk memperkuat industri kredit dalam negeri.

Sebab, saat ini industri keuangan di Indonesia masih dihantui oleh dua permasalahan utama, yaitu rendahnya financial coverage dan rendahnya financial depth.

Situasi ini menyebabkan sebagian besar penduduk tergolong dalam kelompok masyarakat yang tereksklusi atau masyarakat yang kesulitan mengakses layanan keuangan.

Mengutip laporan Warta Fiskal yang diterbitkan Badan Kebijakan Keuangan (BKF), permasalahan di atas dapat diatasi dengan meningkatkan financial depth dan sinergi antara regulator dan pengawas yang dekat dengan sektor keuangan, dalam hal ini Pemerintah, Bank Indonesia dan Kompeten Otoritas Jasa Keuangan (OJK). ).

Direktur Eksekutif Edukasi, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan OJK Friderica Widyasari Dewi menjelaskan, financial depth berperan penting dalam menyediakan berbagai produk keuangan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keuangan masyarakat tetapi juga untuk mendorong pertumbuhan.

“Kedalaman finansial dapat menjadi landasan inklusi keuangan, dengan bertambahnya jumlah produk dan jasa keuangan, khususnya produk keuangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, maka potensi penggunaan produk dan jasa keuangan semakin besar,” ujarnya saat ditegaskan dan dikutip. pada Rabu (29 Mei 2024).

OJK, menurut Friderica, berkomitmen untuk lebih meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat dengan menawarkan berbagai produk dan memperluas akses keuangan dengan berbagai program antara lain Rekening Satu Pelajar ( KEJAR), Akselerator Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dan Asuransi Mikro. dan memobilisasi modal dari komunitas sekuritas.

Namun, lanjutnya, inklusi keuangan juga berperan dalam membantu masyarakat lebih mudah mengakses lembaga, produk, dan layanan keuangan yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya, baik itu kredit maupun keuangan.

“Pelaku UKM juga dapat memperluas pilihan produk kredit atau pembiayaan dari berbagai lembaga jasa keuangan yang mereka miliki,” jelasnya.

Financial depth tidak terlepas dari modernisasi lembaga keuangan, salah satunya adalah semakin lengkapnya penggunaan data alternatif dalam membaca profil calon peminjam. Biro kredit swasta PT CRIF Financial Information Institution (CLIK) merupakan salah satu perusahaan yang memiliki dan mengelola data nasabah secara real time.

Salah satu produknya, CLIK Spectrum, diharapkan mampu memberikan gambaran dan memprediksi solvabilitas suatu individu atau perusahaan. “Melalui CLIK Spectrum, CLIK memperkirakan bahwa tingkat persetujuan pinjaman bank meningkat hingga 10% tanpa mempengaruhi tingkat tunggakan bank. CLIK Spectrum sangat cocok untuk nasabah dengan tingkat risiko menengah yang rendah, di mana bank dapat mengevaluasi ulang dan memindahkan sebagian besar pinjamannya. dari kelompok nasabah risiko rata-rata ke segmen risiko rendah,” kata Presiden dan Direktur CLIK Leonardo Lapalorcia.

Selain itu, Direktur Penjualan dan Pemasaran Smesco Indonesia Wientor Rah Mada juga menekankan pentingnya peningkatan literasi keuangan di tingkat UKM, termasuk financial deepening atau pendalaman pasar keuangan.

“Bukan hanya pada tingkat pemahaman kita harus mulai benar-benar menggunakannya,” kata Wientor.

Wientor mencatat, kini banyak perbankan yang turun tangan, bahkan sampai menjangkau komunitas UKM di berbagai daerah untuk mendorong UKM menerima pembiayaan dari KUR.

“Memang benar perbankan adalah sektor yang diatur dengan ketat. Makanya perbankan juga harus menjaga rasio kredit macet, CAR dan LDR. Makanya mereka juga sangat berhati-hati dalam menyalurkan kredit,” jelasnya.

Kondisi ini menyebabkan tidak semua UMKM mempunyai akses terhadap pinjaman dari perbankan. Penyebab kendalanya adalah profil keuangan UMKM yang belum maksimal, keuangan yang masih terjalin antara perorangan dan dunia usaha, dan lain-lain.

Berdasarkan riset Bank Dunia, rasio total aset perbankan di Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih tergolong kecil, sekitar 80% PDB pada tahun 2020. Sementara di Brazil dan India, total aset bank relatif terhadap PDB jauh lebih tinggi. . lebih besar. khususnya 206% (Brasil) dan India (143%) pada tahun yang sama.

Salah satu cara untuk meningkatkan kinerja bank dapat didorong dengan menerapkan financial depth. Dampak positif dari pendalaman keuangan akan membantu penyedia jasa keuangan menjadi lebih mudah diakses dan efektif oleh masyarakat.

Oleh karena itu, kebutuhan akan credit score yang sesuai kini tidak hanya terbatas pada perbankan, namun juga industri keuangan non-bank (IKNB) yang terus mengalami tren peningkatan akibat program Beli Sekarang Bayar (BNPL). ) dan pinjaman yang sesuai (kacang tanah).

Sayangnya, sektor keuangan Indonesia saat ini menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari inflasi dan geopolitik global, yang berdampak besar pada kinerja sektor keuangan dalam jangka panjang.

Bagi pelaku publik dan dunia usaha, langkah ini jelas karena akan menghambat pergerakan suku bunga kredit ketika mereka membutuhkan kredit konsumsi dan produksi.

Sementara itu, produk pembiayaan usaha alternatif yang menyasar kelompok unbanked belakangan ini mulai marak. Namun antusiasme terhadap inovasi ini harus dipenuhi dengan penerapan suku bunga tinggi untuk mengimbangi cepatnya pencairan modal, di samping tingginya biaya utang. dibayar oleh pelaku usaha.

Terbatasnya sumber modal alternatif di luar bank menjadi penyebab rendahnya kedalaman sektor keuangan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *