Ini Sejarahnya Warung Madura Buka 24 Jam, Pemerintah Tak Boleh Melarang

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Pemerintah akhirnya buka suara terkait kontroversi pelarangan warung Maduri 24 jam.

Warung Madura tidak pernah dilarang beroperasi 24 jam melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM).

Hal ini menanggapi pemberitaan yang beredar di masyarakat mengenai jam operasional Warung Madura.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim mengatakan, pihaknya telah merevisi Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pengembangan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Supermarket.

Menurutnya, disimpulkan belum ada aturan yang secara tegas melarang warung madura beroperasi 24 jam.

Arif mengatakan, Sabtu (27/4/2024), “Dalam aturan otonom ini, aturan mengenai jam operasional sebenarnya berlaku untuk toko ritel modern, mini market, hypermarket, department store, dan supermarket, dengan batasan jam tertentu.”

Tidak semua wilayah 24 jam

Warung Madura sudah lama dikenal dengan jam bukanya yang buka 24 jam.

Namun, tidak semua daerah mengizinkan tegakan kematangan beroperasi 24 jam sehari, seperti Bali.

Pemerintah Daerah Bali melalui Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pengembangan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan, dan Supermarket mengatur jam buka toko.

Peraturan tersebut mengatur persyaratan sosial ekonomi, persyaratan jam kerja, serta persyaratan ukuran tempat komersial dan sistem penjualan.

Sejarah Warung Madura 24 Jam

Khoirul Rosyadi, Guru Besar Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya (FISIB) Universitas Trunojoya (UTM) Madura, mengatakan warung Madura yang buka 24 jam memiliki sejarah dan alasan tersendiri dalam menjalankan bisnisnya.

Keputusan buka 24 jam mungkin dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kebiasaan konsumen lokal, persaingan pasar, dan strategi meningkatkan penjualan dan daya saing, ujarnya seperti dikutip Kompas.com, Jumat (26/4/2024).

Ia mengatakan, dalam beberapa kasus, warung Madura yang buka 24 jam bisa menarik pelanggan yang bekerja di malam hari, bekerja shift malam, atau mencari makanan atau produk lain di jam-jam tertentu.

Oleh karena itu, dapat memberikan keuntungan bagi pemilik kios di pasar yang kompetitif dan bergerak cepat.

Khoirul menjelaskan, “Saya kira sudah menjadi hikmah masyarakat Madura jika ada kesempatan membaca.”

“Mereka menyadari di kota-kota besar kehidupan masyarakat berjalan sepanjang hari atau 24 jam. Sehingga mereka memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhannya dalam 24 jam tersebut,” ujarnya.

Di sisi lain, kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Koperasi-UKM untuk mengikuti aturan jam buka yang sama dengan toko lain mungkin bertujuan untuk menciptakan level playing field dalam persaingan usaha dan memastikan kepatuhan terhadap aturan yang berlaku.

“Tapi saya kurang setuju, karena Madura Post ini bisnis dalam negeri yang tidak berskala besar seperti Indomaret atau Alfamart. Dan yang jadi pertanyaan, apakah mereka (Madura Post) melanggar aturan?” kata Khoirul.

Dikatakannya, jika dilarang justru akan menimbulkan permasalahan baru, terutama bagi mereka yang menjalankan usaha kecil-kecilan seperti ini di Madura.

Oleh karena itu, menurutnya, rencana politik Kemenkop-UKM justru kontraproduktif.

Ia menyimpulkan, “Sebaliknya, hal tersebut harus didukung dengan memberikan ruang bagi posisi Madura untuk menjadi lebih kompetitif dan inovatif.”

Menutup usaha kecil

Trubas Rahardiansa, Pengawas Kebijakan Publik Universitas Trisakti, menilai pembatasan buka lapak Madura hingga 24 jam akan menghancurkan usaha kecil.

Trubas menilai imbauan Madura agar warung tidak buka 24 jam akan merugikan pedagang kecil.

Ia mengatakan, kebijakan ini menunjukkan pemerintah tidak memberikan dukungan kepada pedagang kecil.

“Sama saja menyingkirkan pedagang kecil. Kebijakannya lebih menguntungkan perusahaan menengah dan besar. Arahnya pajak. Kalau posisi jual pajaknya kecil,” kata Trubus, Minggu (28/4/2024). .

Trubus mengatakan pemerintah harus memberikan bantuan kepada usaha kecil.

Misalnya dengan memberikan akses permodalan.

Sehingga pelaku usaha kecil bisa maju.

Kenyataannya, hal ini tampaknya tidak menghilangkan pedagang kecil.

“Jadi itu lebih merupakan keadaan darurat mereka, bukan sekedar akses melalui pinjaman. Larangan itu sendiri menunjukkan tidak ada hal yang mendesak. Kita perlu mendukung mereka,” kata Trubas.

Trubus mengatakan, jika aturan ini diterapkan, bukan tidak mungkin akan diterapkan juga pada jabatan-jabatan kecil lainnya.

Padahal, kehidupan masyarakat adalah 24 jam dan mereka membutuhkan postingan tersebut untuk melengkapi aktivitas sehari-hari.

“Kehidupan masyarakat kita sudah 24 jam. Ada yang kerja, ada yang sewa, biasanya mereka butuh, apalagi masyarakat di Jakarta,” ujarnya.

Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *