Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) menanggapi lima permintaan Panitia Khusus Hak Angket (Pansus Angket) ibadah haji DPR RI.
Lima proposal akan jatuh tempo pada Senin (30 September 2024).
Juru Bicara Kementerian Agama Sunanto atau Cak Nanto mengatakan, dasar dari lima rekomendasi tersebut adalah peninjauan kembali regulasi yang mengatur persiapan ibadah haji.
Pada Senin (30/9/2024), Cak Nanto mengatakan, “Saya kira itu permintaan pansus untuk mengkaji ulang petunjuk perbaikannya. Tentu kita hormati dan hargai.”
Cak Nanto langsung menanggapi rekomendasi komisi khusus tersebut.
Rekomendasi pertama adalah perubahan UU No. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh serta UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Ibadah Haji dengan mempertimbangkan kondisi terkini peraturan dan kasus-kasus pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi.
“Kemenag sejak awal sudah meminta revisi peraturan, khususnya UU No. 8 Tahun 2019. Sebab Kementerian Agama sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan perjalanan haji rutin sangat merasa perlu untuk melakukan revisi aturan tersebut, terutama untuk melihat kekuatan politik penyelenggaraan haji di Arab Saudi,” jelas Cak Nanto.
Cak Nanto mencontohkan Arab Saudi pada tahun 2023 yang mengumumkan jumlah haji lebih awal.
Pada saat yang sama, Kementerian Urusan Arab Arab Saudi mengumumkan jadwal persiapan haji menurut kalender Hijriah.
Sedangkan sistem pengelolaan anggaran pemerintah Indonesia menggunakan kalender Masehi.
Cak Nanto mengatakan, “Ada kalanya penyelenggara harus bertindak cepat dan mempersiapkan diri sejak dini. Hal seperti itu tidak diterima dalam peraturan.”
Contoh lainnya adalah terkait mensponsori mahram atau mendampingi gereja.
Peraturan yang berlaku saat ini tidak membeda-bedakan biaya yang harus dibayar oleh jemaah yang masuk mahram, meski masa tunggunya lebih singkat dibandingkan jemaah yang masuk kota.
Sesuai aturan, masa tunggu penumpang yang berangkat bersama mahram dan pendampingnya maksimal berusia lima tahun.
Pendanaan serupa untuk gereja sudah ditunggu sejak lama, mungkin 12 hingga 13 tahun.
Cak Nanto mengatakan, “Hal-hal seperti itu sebaiknya dikembalikan dalam rangka penyempurnaan regulasi. Saat ini Kementerian Agama masih melakukan harmonisasi regulasi.”
Persyaratan lainnya adalah perlunya sistem yang terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota haji, khususnya perjalanan haji khusus, termasuk pemberian kuota tambahan.
Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada pedoman yang jelas dan harus diumumkan kepada publik.
Sistem penetapan tarif yang berlaku saat ini sudah terbuka dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, khususnya Pasal 8 dan Pasal 9. Penetapan tarif haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama. Pasal 64 juga menyebutkan pembagian pajak khusus haji “8 persen kuota Indonesia itu kuota dasar, bukan kuota tambahan”.
Dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji, Indonesia setidaknya sudah tiga kali menerima kota.
Cara pendistribusiannya tidak seragam. Pada tahun 2019, Indonesia mendapat tambahan 10.000 kuota yang seluruhnya dialokasikan untuk jemaah haji reguler. Nusron Wahid (ist)
Pada tahun 2023, Indonesia akan menerima sekitar 92% pengunjung haji reguler dan 8% pengunjung khusus. Sedangkan pada tahun 2024, Indonesia akan menerima 20.000 kota yang dibagi rata antara haji reguler dan haji khusus.
“Tahun 2022 Indonesia punya tarif 100.051, dibagi 92.825 untuk haji reguler dan 7.226 untuk haji khusus. Persentase kuota khusus haji hanya 7,2%, bukan 8%. Nanti Kementerian Agama akan melakukan PIHK Tapi keputusan Arab Saudi soal pemekaran sudah diterima,” Cak Nanto.
“Kemenag tentunya akan melakukan berbagai kajian yang harus diperhatikan dalam pemberian tunjangan,” ujarnya.
“Kementerian Agama saat ini sedang menyempurnakan metode dan prosedur pemenuhan kriteria serta penguatan transparansi informasi kepada masyarakat. Misalnya, kriteria dasar dan tambahan lainnya diumumkan melalui website Kementerian Agama. tambah Cak Nanto.
Rekomendasi ketiga, dalam pelaksanaan ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan agar ke depan peran negara dalam pengawasan pelaksanaan ibadah haji lebih diperkuat dan ditingkatkan.
Usulan ketiga ini berkaitan dengan keinginan kami untuk memperkuat pengawasan. Banyak hal yang sudah kami lakukan, terutama dalam penyelenggaraan umrah. Kami sudah membentuk Tim Pengawasan Umrah. Ke depan mungkin diperluas ke pengawasan khusus haji. Satgas,” kata Cak Nanto.
Usulan keempat, Panitia Urusan didorong untuk memperkuat peran lembaga pengendalian internal (seperti Inspeksi Umum Kementerian Agama dan BPKP) untuk memantau secara ketat dan kuat kinerja ibadah haji.
Jika pekerjaan komite khusus memerlukan pemantauan, maka komite tersebut dapat mencakup auditor eksternal seperti Otoritas Pengawas Keuangan (FPA) dan aparat penegak hukum (polisi, kejaksaan, dan dewan antikorupsi).
“Dalam proses perencanaan ibadah haji, Kementerian Agama melibatkan berbagai pihak untuk melakukan pengawasan, mulai dari Irjen, BPK, DPR dan DPD RI, serta kementerian dan lembaga lain seperti Dalam Negeri dan Luar Negeri” Dalam beberapa kasus, misalnya pada jasa akomodasi/hotel di Arab Saudi, ketentuan perjanjian memperbolehkan keterlibatan aparat penegak hukum di Indonesia dalam menyelesaikan kasus korupsi,” ujarnya.
“Sejak awal, Kementerian Agama telah memperkuat kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk mencegah dan mengurangi kemungkinan kesalahan dalam penyelenggaraan ibadah haji,” imbuhnya.
Rekomendasi Kelima Pansus berharap pemerintahan selanjutnya mengisi jabatan Menteri Agama Republik Indonesia dengan orang yang dinilai mumpuni dan mampu mengkoordinasikan, mengatur dan mengatur perjalanan haji.
Dia berkata: “Kalau menyangkut menteri, itu hak prerogatif Presiden. Ini mencakup penilaian keterampilan dan kemampuan. Cak Nanto menyimpulkan: “Sebenarnya baik secara kuantitas maupun kualitas, Kementerian Agama berhasil mencapai kegiatan menarik dalam pelayanan haji dalam tiga tahun terakhir”.