Indonesia Perlu Punya Kebijakan Satu Peta untuk Percepat Pembangunan Nasional

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah meluncurkan Strategi Satu Pemetaan (KSP) untuk menyediakan referensi geografis yang terstandar, berbasis data, dan dapat diakses berdasarkan wilayah geografis sebagai sumber referensi pengambilan kebijakan dan perencanaan pembangunan berkelanjutan.

Strategi Pemetaan dikembangkan untuk memenuhi tantangan konteks geografis yang beragam terkait dengan upaya pengelolaan dan penggunaan lahan nasional.

Wahiu Utomo, Koordinator Perekonomian Indonesia, Spesialis Pembangunan Daerah, Pembangunan Infrastruktur dan Percepatan Investasi, mengatakan kebijakan pemetaan didorong oleh percepatan pembangunan nasional, dan cakupan data geografis terhambat.

Banyak daerah yang dijadikan daerah pembangunan infrastruktur menghadapi tantangan tersebut sehingga menyulitkan proses perencanaan dan pelaksanaannya, ujarnya dalam pembicaraan di Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk “Satu Peta, Satu Data untuk Indonesia”. Senin (5/8/2024).

Ia menjelaskan, pada tahun 2016, pemerintah ingin mempercepat pembangunan infrastruktur dan melepaskan diri dari jebakan negara berpendapatan menengah. “Penting untuk memiliki peta yang tepat dalam proses ini,” katanya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kebijakan peta menggunakan metode pengumpulan, integrasi, sinkronisasi dan pengembangan geoport yang dapat diakses publik. Pada tahun 2016, 85 peta informasi geografis tematik (IGT) ditugaskan.

Mengumpulkan dan menggabungkan sebagian besar peta tema mendekati 100% dari tujuan, dengan hanya satu atau dua tersisa yang belum digabungkan sepenuhnya.

Wahue menjelaskan bahwa setelah integrasi peta selesai, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi dan menyelesaikan peta sinkronisasi.

“Hal ini penting untuk memastikan pembangunan yang sedang berjalan tidak terhambat oleh permasalahan tutupan lahan,” jelasnya. Peta yang belum tersinkronisasi akan diperbaiki berdasarkan hasil sinkronisasi.

Ia menjelaskan, dengan peta yang terintegrasi, pemerintah pusat dan daerah dapat menjadikan peta tersebut sebagai acuan dalam kebijakan perizinan, perencanaan, dan pembangunan.

Peta kebijakan juga penting karena menjadi dasar penerbitan kebijakan di Online Single Submission (OSS) yang menyederhanakan proses perizinan dan investasi di Indonesia.

“Dengan satu standar, satu database, dan satu Jio gateway, KSP mendukung tata kelola yang lebih baik dan efisien sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” kata Wahew.

Strategi pemetaan penting untuk sertifikasi lahan dan pengelolaan tata ruang

Kanya Aresta Jaya (ATR/BPN), Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Tanah dan Tata Ruang, Kementerian Pertanian dan Tata Ruang, mengatakan strategi pemetaan akan menjadi perjalanan dinamis yang akan terus berkembang seiring perubahan. dan perkembangan di lapangan.

“Strategi peta akan terus berkembang dan memberikan manfaat lebih banyak di masa depan,” ujarnya. Dengan peta yang terintegrasi, pemerintah daerah dan pusat dapat menggunakan data ini sebagai referensi utama dalam perizinan, pembangunan, dan perencanaan.

Salah satu tantangan utama dalam KSP adalah hak atas tanah yang menghambat hutan lindung dan sawah. Selain itu isu-isu seperti tata ruang, kawasan hutan, dan pengelolaan sumber daya mineral yang ada juga diangkat.

Oleh karena itu, guna mengatasi permasalahan tersebut, Vitro menekankan pentingnya kolaborasi antar masyarakat, kementerian, dan lembaga di bidangnya masing-masing.

“Kami berharap masyarakat dan wilayah K/L di wilayah tersebut merevisi peta dan menandai batas-batasnya untuk dimasukkan dalam KSP,” ujarnya.

Dekan Fakultas Geografi Universitas Gajah Mada (UGM), Danang Sri Khadimoko, menilai kebijakan tersebut merupakan langkah positif dan penting bagi masa depan Indonesia. Karena Indonesia, seperti negara lain, seharusnya memiliki informasi geografis tersebut.

“Peta ini penting, mendesak dan esensial karena peta atau informasi geografis ini harus digunakan dalam penyelenggaraan negara dan seluruh pekerjaan pemerintahan,” kata Danang.

Ia juga menekankan bahwa Singapura, Korea, dan banyak negara tetangga di Eropa lebih maju dalam hal pemetaan dan integrasi data.

Misalnya, di Amerika Serikat dan Taiwan, pemetaan fusi data sudah sangat maju, termasuk penandaan geografis oleh CCTV.

Danang menegaskan, Indonesia mempunyai cara tersendiri dalam menerapkan KSP karena tantangan terbesar dalam menerapkan kebijakan tersebut adalah luasnya wilayah Indonesia.

“Negara kita berbeda dengan mereka, negara kita adalah negara kepulauan yang besar,” ujarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan metode yang disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *