Indonesia Alami Deflasi Pada Mei 2024, Beras Jadi Komoditas Penyumbang Utama, Ini Respons Bapanas

Dilansir reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 0,03 persen year-on-month (MtM) pada Mei 2024.

Ini merupakan inflasi pertama pada tahun 2024 dan yang pertama sejak Agustus 2023.

Pada segmen variabel harga, inflasi (volatilitas pangan) memberikan sumbangan inflasi yang cukup besar yaitu sebesar 0,69 persen dan memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,12 persen.

Di antara kelompok harga yang fluktuatif, bahan makanan yang paling umum menyumbang inflasi adalah beras, ayam tumbuk, tomat, dan cabai rawit.

Beras memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,15 persen, daging ayam segar sebesar 0,03 persen, tomat sebesar 0,02 persen, dan cabai rawit sebesar 0,02 persen.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arif Prasetyo Adi menilai hal tersebut merupakan hasil kerja sama Kementerian/Lembaga (K/L) dalam mengendalikan inflasi.

Arif mengatakan berbagai langkah strategis stabilisasi pangan K/A menjadi salah satu kunci menjaga laju inflasi tetap sesuai target pemerintah sebesar 2,5 persen plus minus 1 persen pada Mei 2024.

Data DDB menunjukkan penurunan inflasi nasional sepanjang tahun dari 3,00 persen pada April 2024 menjadi 2,84 persen pada Mei 2024.

Komitmen kolektif tersebut bisa kita lihat melalui monitoring dan evaluasi rutin mingguan di Kementerian Dalam Negeri dengan mempertemukan seluruh pemerintah daerah, lembaga, dan pemangku kepentingan, kata Arief dalam keterangan tertulis, Selasa (4/6/2024).

Arief Bapanas mengaku berkomitmen menjaga ketahanan pangan dan memastikan akses pangan cukup bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Selain itu, menurut Arif, pemerintah tidak hanya memperhatikan aspek hilir terkait konsumen.

Sisi positifnya, kesejahteraan produsen dan petani menjadi perhatian pemerintah.

Sebab, kenaikan harga erat kaitannya dengan stabilitas harga di bawahnya.

“Salah satu indikator yang perlu diwaspadai adalah Nilai Tukar Pertanian (NTP) berdasarkan laporan DDB Mei 2023, meski pada bulan lalu mengalami penurunan, namun NTP masih terlindungi lebih dari 100 poin,” kata Arif.

Menurut dia, kebijakan pengaturan harga pembelian pemerintah (GPP) gabah/beras dan harga eceran tertinggi (HET) beras merupakan salah satu upaya menjaga keseimbangan antara harga tinggi dan rendah.

“Memang tidak mudah, namun merupakan tantangan yang harus kita perjuangkan bersama-sama dengan kerja sama seluruh pemangku kepentingan,” pungkas Arif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *