Wartawan Tribunnews.com Lita Febriani melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengusaha Indonesia semakin optimis terhadap kinerja industri manufaktur lokal di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Hal ini tercermin pada bulan Juni 2024, dimana indeks kepercayaan industri (ICI) masih berada pada fase ekspansi yakni sebesar 52,5 persen.
“Indeks Keyakinan Industri (Industrial Confidence Index/ICI) Juni 2024 mencapai 52,5, tidak berbeda dengan IKI Mei 2024. Hal ini menunjukkan masih bertahannya industri dalam lingkungan bisnis global saat ini,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif Jakarta, Kamis (27.06.2024).
Febry menjelaskan, pada tahun 2023, terdapat 22 subsektor yang menyumbang 98,6 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) yang mengalami ekspansi. Sementara industri TPT menjadi satu-satunya subsektor yang mengalami kontraksi pada bulan Juni.
Kenaikan nilai IKI dipengaruhi oleh kenaikan biaya variabel pesanan baru dan stok produk. Variabel pesanan baru IKI meningkat sebesar 1,62 poin menjadi 54,78. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan nilai variabel pesanan Juni 2023.
Pada bulan Juni tahun lalu, variabel pesanan baru meningkat signifikan (hingga 4,97) dengan perubahan level dari kontraksi 49,84 menjadi ekspansi 54,81.
Ekspansi yang kuat pada industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki menyebabkan peningkatan pesanan baru yang signifikan, terutama sebesar 3,21 poin, dan penyerapan persediaan yang lebih besar; Namun produksi mengalami kontraksi yang jauh lebih dalam yakni penurunan 5,38 poin.
Peningkatan pesanan baru ini didukung oleh event pameran internasional seperti Global Sourcing Expo Australia 2024 pada bulan Juni, serta persiapan tahun ajaran baru 2024/2025.
Sementara itu, penurunan produksi masih disebabkan oleh penurunan pesanan luar negeri, tingkat ketersediaan produk, serta biaya bahan baku dan bahan penolong.
Nilai IKI variabel persediaan produk mengalami peningkatan sebesar 0,46 poin menjadi 55,05.
Hampir seluruh subsektor pada variabel persediaan mengalami ekspansi, dan hanya dua subsektor yang mengalami kontraksi, yaitu industri mesin dan peralatan YTDL dan industri barang mineral bukan logam.
Berbeda dengan dua variabel lainnya, nilai IKI variabel manufaktur mengalami kontraksi, turun sebesar 3,02 poin menjadi 46,99, merupakan nilai terendah sejak diterbitkannya IKI pada tahun 2022.
Penurunan produksi terbesar terjadi pada industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, serta industri pengolahan tembakau.
“Melemahnya rupee membuat produsen harus menurunkan laju produksi dan meningkatkan penyerapan persediaan meski pesanan dalam negeri lebih rendah,” kata Febry.
Melemahnya nilai tukar juga mempengaruhi biaya produksi seperti biaya bahan baku, energi, dan logistik yang tentunya mempengaruhi keputusan produksi.
Meski demikian, Febry menjelaskan situasi tersebut masih stabil dibuktikan dengan kenaikan nilai IKI pada 13 dari 23 subsektor industri pengilangan migas.
Selain ketidakpastian global dan melemahnya nilai tukar, ada beberapa faktor yang turut menyebabkan melambatnya ekspansi IKI, khususnya pemberlakuan Peraturan Nomor 8 Tahun 2024 yang akan mengurangi peningkatan pesanan baru berbagai produk industri pengolahan. bahkan membatalkan kontrak pesanan.
“Kegiatan usaha industri biasanya tertinggi pada bulan Juni, dan saya berharap situasi ini dapat diperbaiki dengan adanya revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024,” kata Febry.
Pada Juni 2024, optimisme badan usaha enam bulan ke depan masih stabil di angka 73,5 persen, atau sama dengan tingkat optimisme bulan lalu.
Sementara itu, pesimisme pelaku usaha menurun dari 5,7 persen menjadi 5,4 persen dalam enam bulan ke depan, yang merupakan pesimisme terendah sejak terbitnya IKI.
Subsektor yang paling optimis hingga enam bulan ke depan adalah industri percetakan dan reproduksi, disusul industri kertas dan produk kertas serta industri pengolahan lainnya.
Tingginya optimisme tersebut terkait dengan kepercayaan para pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah pusat dan membaiknya kondisi perekonomian global ke depan.
Yang paling tidak optimistis ditemukan pada industri produk mineral non-logam dan komputer, produk elektronik dan optik.
“Kedua subsektor industri ini termasuk dalam subsektor yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024. Industri kayu, produk kayu, serta industri gabus dan tekstil merupakan sektor yang tingkat pesimismenya tinggi,” dia berkata.
Untuk menjaga optimisme pelaku usaha, Juru Bicara Kementerian Perindustrian juga meminta Kementerian Keuangan fokus pada pengelolaan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“Hal ini agar LPEI dapat terus membiayai sektor manufaktur yang berorientasi ekspor, antara lain pembiayaan pasokan bahan baku impor, pembangunan kembali mesin, biaya logistik pengiriman ekspor, dan lain-lain,” kata Febry.
Foto: Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif