Impor Beras Berpotensi Datangkan Masalah Administrasi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Serikat Tani Indonesia Jenderal Hendri Saragih menyoroti denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar yang dikenakan pada kasus impor beras yang dilakukan pemerintah.

Hendry sangat menyayangkan karena pemerintah sejak awal sudah menyatakan akan menghentikan impor beras.

“Pemerintah sejak awal menyatakan ingin menghentikan impor beras, dan sekarang kalau habis masa berlakunya, ini impor beras terakhir. Tahun ini (impor beras) mencapai 6 juta ton,” ujarnya. Kamis, (8/8/2024).

Henry berpendapat, impor beras sebaiknya tidak dilakukan lagi. Selain itu, setiap kali pemerintah mengimpor beras, hal itu menimbulkan masalah jangka panjang, kata Hendry.

“Iya, kami yakin tidak perlu impor beras. “Karena masalah impor akan bertahan lama (seperti pajak pasif),” tegasnya.

Hendry menambahkan, sebaiknya pemerintah fokus menyerap gabah petani dibandingkan terus mengimpor beras. Ia melanjutkan, impor beras sangat merugikan petani Indonesia.

“Impor beras dari luar negeri selain menimbulkan kendala administrasi dan mutu, juga berdampak pada perekonomian nasional, petani, dan nilai tukar mata uang asing. “Lebih baik fokus pada penyerapan gabah,” ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menjelaskan hak tersebut dalam rapat dengar pendapat di Komisi IV DPR pada Kamis, 20 Juni 2024.

Dalam kondisi tertentu, keterlambatan bongkar muat merupakan bagian risiko yang tidak dapat dihindari dalam penanganan barang impor. Misal dijadwalkan 5 hari jadi 7 hari.

“Selain mengurangi risiko impor, demurrage merupakan biaya yang perlu kita pertimbangkan dalam operasional ekspor-impor,” ujarnya.

Adanya demurrage merupakan bagian dari konsekuensi logis dari pelaksanaan ekspor-impor. “Kami selalu berusaha menekan biaya demurrage yang merupakan bagian dari biaya yang termasuk dalam perhitungan pembiayaan perusahaan impor atau ekspor,” kata Bayu Krishnamurthy.

Saat ini Bulog masih menghitung total biaya Berth yang harus dibayar, termasuk negosiasi dengan Pelinda, asuransi, dan pihak pelayaran.

Menurut Bayu, perkiraan pungutan yang harus dibayar terhadap nilai produk impor tidak boleh lebih dari 3 persen.

Pada kesempatan lain, pengamat pangan Tito Pranolo menyatakan, perdebatan mengenai layaway tidak akan lengkap jika tidak juga membahas mengenai pelayaran.

“Pengiriman ini bonus bagi kami karena bongkar barangnya cepat. Hal ini tentu dialami oleh Perum Bulog sebagai kontraktor yang berwenang mengimpor beras dari pemerintah, selama ini Perum Bulog tidak pernah membebani masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *