Ahli saraf global mengatakan penembak Donald Trump memiliki gejala skizofrenia paranoid
TRIBUNNEWS.COM- Ahli Saraf Dunia, Prof Kadet Berkomitmen, Kecam Penembakan Donald Trump, Sebut Pria Bersenjata Menderita Gejala Skizofrenia Paranoid.
Ilmuwan medis global Indonesia Prof. Dr. H. Taruna Ikrar, M.Pharm., Ph.D., mengutuk kekerasan politik dan penembakan terhadap mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat berpartisipasi dalam kampanye pemilihan presiden AS di negara bagian tersebut. dari Pennsylvania. .
Profesor Taruna juga menyampaikan dukungannya terhadap kesembuhan Donald Trump.
Ia mengatakan, penembakan calon presiden dari Partai Republik merupakan bentuk kekerasan politik yang mengancam demokrasi.
“Kekerasan akan mengancam demokrasi dan menimbulkan ketakutan di semua partai demokrasi. Kita harus berdiri teguh melawan segala bentuk kekerasan yang mengganggu demokrasi. Mari kita doakan semoga Donald Trump cepat sembuh dan sembuh, kata Profesor Taruna Ikrar, di Jakarta, Senin (15/7/2024).
Menurut ahli neurobiologi Universitas California Amerika Serikat, pelaku penembakan Donald Trump kemungkinan besar menderita skizofrenia paranoid atau setidaknya menderita gangguan spektrum autisme.
“Thomas Matthew, pelaku penembakan, kemungkinan besar menderita skizofrenia paranoid, atau setidaknya menderita gangguan spektrum autisme,” ujarnya.
Profesor Taruna menjelaskan, skizofrenia merupakan salah satu jenis gangguan jiwa yang diderita oleh seseorang yang mengalami gangguan paranoid.
“Mereka yang mengalami hal ini memiliki rasa curiga yang tidak rasional terhadap orang lain. Terkadang mereka merasa cemas dan takut terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak ada,” ujarnya.
Menurutnya, mereka yang menderita penyakit jiwa mungkin mengira pemerintah ingin membunuh mereka, atau pemerintah memata-matai mereka, atau bahkan berpikir bahwa orang akan mencelakakan mereka tanpa alasan yang jelas. Jadi dia melakukan sesuatu yang tidak masuk akal.
“Itu kalau kasusnya semata-mata karena gangguan jiwa atau penyakit kejiwaan. Tapi kalau bukan karena ada yang menyuruh, maka penyebab utamanya harus ditemukan dan diselidiki,” jelas Prof Taruna.
Selain itu, ia juga mengatakan, dalam konteks politik, kasus penembakan Donald Trump akan meningkatkan simpati Donald Trump, bahkan bisa meningkatkan elektabilitasnya nanti di Pilpres AS.
Diketahui, Thomas Matthew, pemuda berusia 20 tahun, menembak telinga Donald Trump saat kampanye pemilu presiden AS di negara bagian Pennsylvania, pada Sabtu, 13 Juli, kemarin.
Pria yang melakukan penembakan dilaporkan tewas dalam penyergapan yang dilakukan agen Dinas Rahasia AS.
Menurut catatan FBI yang dikutip Reuters, Thomas Matthew lulus dari Bethel Park High School pada tahun 2022 dan terdaftar sebagai anggota Partai Republik.