TRIBUNNEVS.COM – Dua pakar hubungan internasional bernama Neve Gordon dan Nicola Perugina menuduh Israel mengubah “zona aman” Jalur Gaza menjadi ladang pembunuhan warga sipil.
Tuduhan tersebut dilontarkan keduanya dalam kolom opini di situs Al Jazeera, Selasa (6/11/2024).
Pada tanggal 22 Mei, Israel awalnya menetapkan “zona aman” bagi warga sipil di daerah kecil di Kota Rafah, Gaza, yang dikenal sebagai “Blok 2371.”
Namun, Israel mengebom zona tersebut empat hari kemudian, menewaskan sedikitnya 45 warga sipil yang berlindung di tenda.
Gordon dan Perugina mengatakan tindakan Israel serupa dengan tindakan yang dilakukan di Sri Lanka 15 tahun lalu ketika negara itu dilanda perang saudara.
Dalam perang tersebut, militer Sri Lanka merancang kawasan tersebut menjadi “zona dilarang menembak” atau semacam zona aman. Warga Palestina berkumpul di lokasi serangan Israel di kawasan kamp pengungsi Rafah pada 27 Mei 2024, di tengah bentrokan yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. – Hamas dan Otoritas Palestina mengatakan serangan Israel terhadap pusat pengungsi menewaskan beberapa orang di dekat kota Rafah di selatan pada 26 Mei, sementara militer Israel mengatakan serangan itu menargetkan militan Hamas. (Foto Eiad BABA / AFP) (AFP/EIAD BABA)
Menurut seorang uskup, terdapat 60.000 hingga 75.000 warga sipil di zona tersebut.
Ada juga tujuh pendeta di zona itu. Uskup kemudian meminta Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) turun tangan dalam kasus ini.
Duta Besar AS kemudian meminta Perdana Menteri Sri Lanka memperingatkan militer agar berhati-hati karena sebagian besar orang di zona tersebut adalah warga sipil.
Karena tembakan artileri yang berat, zona tersebut menjadi semacam jebakan maut.
Militer Sri Lanka telah mengimbau warga sipil untuk berkumpul di daerah yang ditetapkan sebagai zona larangan kebakaran.
Selebaran juga terlempar dari pesawat. Selain itu, ada pengumuman melalui pengeras suara.
Diperkirakan 330.000 pengungsi telah berkumpul di zona tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendirikan tenda.
Banyak organisasi kemanusiaan juga menyediakan makanan dan bantuan medis di sana.
Kelompok bersenjata Macan Tamil, yang menentang militer Sri Lanka, juga tampaknya telah menarik diri dari zona tersebut.
Tentara Sri Lanka mengatakan mereka melakukan “operasi kemanusiaan” yang bertujuan untuk “membebaskan warga sipil”.
Namun, hasil analisis satelit dan sejumlah kesaksian menunjukkan bahwa tentara terus menargetkan zona larangan tembak dengan mortir dan peluru artileri.
Zona yang seharusnya menjadi tempat tinggal aman malah menjadi tempat pembunuhan.
Diperkirakan 10.000 hingga 40.000 warga sipil tewas di zona tersebut.
Ribuan lainnya terluka parah dan terpaksa berbaring berjam-jam hingga berhari-hari tanpa bantuan karena hampir setiap rumah sakit di sana terkena tembakan.
Gordon dan Perugina mengatakan ada banyak kesamaan antara apa yang terjadi di Sri Lanka dan Gaza.
Pertama, militer Israel dan Sri Lanka memerintahkan warga sipil untuk mengungsi ke “zona aman”. Di sana mereka mengaku tidak akan dirugikan.
Kedua, tentara Israel dan Sri Lanka terus membombardir zona tersebut. Keduanya menyerang tanpa pandang bulu dan melukai banyak warga sipil.
Ketiga, tentara Israel dan Sri Lanka juga mengebom unit kesehatan yang bertanggung jawab menyelamatkan nyawa warga sipil.
Keempat, militer Israel dan Sri Lanka membenarkan serangan tersebut. Masing-masing mengklaim bahwa Hamas dan Macan Tamil bertanggung jawab atas kematian warga sipil karena mereka mengklaim telah menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.
Kelima, negara-negara Barat mengutuk pembantaian warga sipil, namun tetap mengirimkan senjata. Dalam kasus Sri Lanka, Israel adalah salah satu pemasok utama senjata.
Keenam, PBB mengklaim kedua belah pihak telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Warga Palestina berkumpul di lokasi serangan Israel di kamp pengungsi di Rafah pada 27 Mei 2024, di tengah bentrokan yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. (Foto Eiad BABA / AFP) (AFP/EIAD BABA)
Terlepas dari kesamaan tersebut, terdapat juga perbedaan antara kedua kasus pembantaian tersebut.
Genosida di Gaza terdokumentasi atau terlihat jelas, sedangkan dalam kasus Sri Lanka, diperlukan waktu untuk mengumpulkan bukti pelanggaran dan melakukan penyelidikan.
Beberapa media mengindikasikan bahwa Zona Aman Gaza terkena bom seberat 2.000 pon dan ribuan warga sipil Palestina terbunuh.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengumpulkan bukti dan kini sedang mencari surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
(Tribunnews/Februari)