Ibunda Tegar Pingsan, Rumah Tersangka Penganiayaan Taruna STIP Jakarta Senyap

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Putu Satriya Ananta Rustika (19), mahasiswa tahun pertama Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) Silinsing, Jakarta Utara, diduga dibunuh oleh mahasiswa seniornya.

Polisi menetapkan tersangka kasus tersebut adalah Tegar Rafi Sanjaya (21), mahasiswa tahun kedua STIP Jakarta.

Orang tua Tegar tak menyangka anaknya bisa menjadi tersangka kasus dugaan pencabulan. Ibu Tegar pingsan saat mendengar polisi menetapkan anaknya sebagai tersangka.

“Saat kejadian itu, saya langsung menelepon ibunya (Sri). Lalu aku pergi ke rumahnya. Kondisi ibunya seperti pingsan karena syok,” kata Triono, ketua RT di rumah Tegar Rafi. Tribun Bekasilo, Minggu (5/05/2024).

Menurut Triono, sang ibu juga sangat kecewa dengan apa yang dilakukan adik-adiknya di STIP.

“Ya Tuhan, aku sungguh tidak berperasaan, Bu. Bu, kamu bangun pagi dan pulang larut malam mencari uang, kamu sungguh tidak berperasaan, Bu.” – kata Triona.

Triono pun mengaku tak menyangka Tegar akan melakukan hal tersebut.

“Saya tidak percaya betapa sulitnya hal seperti ini terjadi,” jelasnya.

Namun, lanjut Triono, Tegar Rafi memang dikenal di kalangan keluarganya sebagai sosok yang ramah. Ia juga memperhatikan, selama bertetangga, Tegar tidak pernah bertengkar.

Lingkungannya juga bagus, tidak ada perkelahian. Saat saya mengetahui kejadiannya, saya mendengarnya dari orang lain selain keluarganya,” jelasnya.

Sementara itu, tetangga Tegar yang enggan disebutkan namanya juga mengatakan hal serupa. Tegar ini ramah dan suka memberi teguran.

“Kalau lewat (Tegar), dia suka menyapa. Dia pria yang sangat baik. Saya tidak menyangka akan seperti ini,” kata tetangga Tegara.

Tak hanya berwatak keras, para tetangga juga menyebut ibu Tegar, Srinu, berwatak baik. “Orangtuanya juga baik, sudah lama di sini,” jelasnya.

Pantauan Tribun, rumah Tegar di Bekasi tampak tidak berpenghuni. Rumah di Kampung Bulak, Jati Asih, Bekasi ditemukan terbengkalai pada pukul 14.00 WIB dan penghuninya sudah pergi.

Lampu di luar rumah menyala. Selain itu, tirai bagian dalam menghalangi pandangan ke kaca depan. Pagar berwarna hitam pun tampak tertutup rapat.

Triono Tegar membenarkan, rumah tersebut telah ditinggalkan penghuninya. Diketahui, ibu Tegar dan dua kakak perempuannya tinggal di rumah tersebut.

“Saya sebelumnya ada kabut di depan dan belakang dekat Cluster Firdous. Lampu di rumah (Tegar) menyala,” kata Triono.

Keluarga taruna STIP Putu Satria Anantha Rustika yang meninggal dunia akibat penganiayaan kakak kelasnya menduga pelaku pencabulan itu lebih dari satu orang.

Pengacara keluarga Tumbur Aritonong mengatakan, dakwaan itu berdasarkan informasi awal ada lebih dari satu orang yang masuk ke toilet STIP Jakarta dan menganiaya Putu.

“Dari yang saya dengar, ada empat orang. Namun saya belum bisa memastikan berapa jumlah pelakunya, kami baru mendapat informasi,” kata Tumburu.

Pihak keluarga belum bisa memastikan jumlah pelaku karena tidak bisa melihat langsung rekaman kamera CCTV di sekitar toilet STIP Jakarta tempat terjadinya aksi kejahatan.

Namun, menurut pihak keluarga, jika ada orang lain yang membantu pembunuhan tersebut, seharusnya jumlah tersangka lebih dari satu.

“Kalaupun tidak memukul, dia tetap (jenazah korban) sebagai tersangka. Dia tidak bisa menjelaskan sendiri, saya melihatnya, saya tidak memukul atau menangkapnya,” ujarnya.

Menurut keluarganya, Putu adalah anak yang baik dan tidak memiliki musuh di lingkungan pertemanannya. Kini, alasan pembunuhan tersebut diduga karena senioritas.

“Tim kuasa hukum juga tertarik dengan pengetahuan ini. Apakah murni masalah senioritas, intimidasi, atau ada motif lain. Misalnya balas dendam atau masalah,” ujarnya.

Diketahui, Putu Satria meninggal dunia pada Jumat (3/5) pukul 08.00 WIB di toilet koridor kelas KALK C lantai 2 gedung STIP Jakarta. Pelecehan terjadi saat korban sedang meninjau ruang kelas bersama empat teman sekelas lainnya.

Saat turun ke lantai dua, rombongan korban dipanggil oleh tersangka yang didampingi empat pria lainnya yang merupakan taruna STIP Jakarta Tingkat 2. Saat itu, tersangka menanyakan kepada korban dan empat teman sekelasnya alasan mereka memakai olahraga pakaian.

“Pelaku dan keempat rekannya menyebutnya sebagai tradisi taruna. Penindakan dilakukan terhadap juniornya karena menurut seniornya melihat ada yang tidak beres sehingga dikumpulkan di kamar mandi, kata Kombes Polres Metro Jakarta Utara. Gideon Ari.

Nyatanya, Tegar bukan satu-satunya yang melakukan aksi kekerasan berbasis senioritas tersebut. Gideon menjelaskan, Putu sedang bersama empat temannya saat kejadian itu terjadi.

Sedangkan Tegar bersama empat orang temannya. Selain Putu, Tegar dan empat temannya dari kelas 2 berencana menghajar empat adik kelas lainnya yang merupakan teman korban.

Namun Tegar dan rekan-rekannya membatalkan pemukulan terhadap empat taruna yang tersisa karena Putu yang berada di barisan depan menerima pukulan sudah tertatih-tatih dan terjatuh.

“Ada lima orang berkumpul di kamar mandi ini. Nah, korban ini yang melakukan pukulan pertama, dan belum sempat keempatnya,” kata Gideon.

Di dalam kamar mandi, Tegar meninju bagian ulu hati korban sebanyak lima kali. Saat korban pingsan, tersangka berusaha menolong korban dan menutup mulutnya dengan tangan. Sayangnya, korban justru meninggal dunia.

Gideon mengatakan, berdasarkan hasil otopsi korban, terdapat luka di bagian ulu hati yang menyebabkan kerusakan pada jaringan paru-paru.

Belakangan, polisi juga menemukan penyebab utama kematian korban karena tidak melakukan operasi penyelamatan terdakwa sesuai prosedur.

“Menurut tersangka, upaya yang dilakukan adalah penyelamatan secara oral sehingga aliran oksigen ke saluran pernafasan terhambat sehingga mengakibatkan kekurangan oksigen pada organ vital sehingga menyebabkan kematian,” jelas Gideon.

Gideon mengatakan lima pukulan itu tidak membunuh Putu.

“Jadi kerusakan paru-paru mempercepat proses kematian, namun penyebab kematian sebenarnya adalah melihat korban tidak sadarkan diri atau tidak berdaya sehingga panik lalu melakukan penyelamatan yang tidak sesuai prosedur,” jelas Gideon.

Tegar ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Art. 338 KUHP untuk pembunuhan jo Art. 351 KUHP untuk penyerangan berat. (Jaringan Tribun/Eka/Zeta/Matt/Wiley)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *