TRIBUNNEWS.com – Sekretaris Jenderal Hizbullah Lebanon Sayed Hassan Nasrallah menyebut Israel pengecut pasca pembantaian di Rafah baru-baru ini.
Ia juga mengatakan bahwa kejahatan ini hanya akan mempercepat kehancuran rezim Zionis.
“Rezim Zionis memberi tahu masyarakat Rafah bahwa beberapa wilayah aman. Namun, mereka kemudian mengebom wilayah tersebut,” kata Nasrallah dalam pidatonya di televisi, Selasa (28/5/2024), seperti dikutip IRNA.
Ia melanjutkan bahwa “kejahatan pembunuhan pengungsi Palestina di Gaza menunjukkan kebiadaban, pengkhianatan dan kebohongan Israel.”
Tak hanya itu, Pak Nasrallah juga menyampaikan bahwa masyarakat internasional harus menyadari kelalaiannya terhadap masyarakat Israel di Gaza.
Dia menekankan bahwa pembantaian baru-baru ini di kota Rafah telah mengungkap seluruh topeng yang digunakan Israel untuk menampilkan negaranya sebagai rezim yang “beradab”.
“Saya tidak melihat masa depan bagi rezim Zionis,” Nasralla menyimpulkan.
Sebelumnya, 21 orang tewas dalam serangan udara Israel di al-Mawasi, yang digambarkan sebagai “zona aman”.
Reporter Al Jazeera Hind Khoudary pada Selasa (28/5/2024) mengatakan, 13 dari 21 korban tewas adalah anak-anak dan perempuan.
Selain Selasa, Israel juga melakukan serangan pada Minggu (26/5/2024) malam sehingga menyebabkan tempat penampungan terbakar di kawasan Tal-Sultan di Rafah utara.
Penyerangan terjadi saat para pengungsi hendak tidur di tenda pengungsian.
Sedikitnya 45 orang tewas dalam serangan itu.
Kantor media pemerintah Gaza menyebutkan Israel menjatuhkan 7 bom seberat 900 kg dan roket.
Sanad dari Al Jazeera berhasil mendapatkan foto-foto bagian yang diyakini sebagai senjata yang digunakan dalam serangan tersebut.
Foto tersebut menunjukkan ekor bom subsonik GBU-39/B yang diproduksi Boeing.
GBU-39/B dilengkapi dengan mesin jet yang diambil dari peluru kendali M26. Israel mengklaim itu adalah kecelakaan
Pada saat yang sama, Israel mengatakan penembakan dan serangan terhadap kamp pengungsi di Rafah “tidak terduga dan tidak disengaja”.
Mengutip Al Jazeera, militer Israel menyebut serangan mematikan hari Minggu di sebuah kamp dekat Rafah sebagai “serangan yang ditargetkan” terhadap “teroris senior Hamas.”
Mereka mengatakan kebakaran yang disebabkan oleh serangan itu “melebihi perkiraan”.
Juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Daniel Hagari mengatakan dalam sebuah pernyataan video pada hari Selasa bahwa militer sedang “menyelidiki penyebab kebakaran”.
Dia memperkirakan gudang senjata mungkin terletak di dekat kamp pengungsi yang memicu kebakaran dan menyebabkan 45 warga sipil Palestina tewas.
“Peluru kita tidak akan mampu memadamkan api yang besar, saya ingin tegaskan, peluru kita tidak akan mampu memadamkan api yang besar,” ujarnya. Hampir 1 juta warga Palestina terpaksa meninggalkan Rafah
Hampir satu juta warga sipil Palestina terpaksa meninggalkan kamp pengungsi mereka di Rafah akibat serangan mematikan Israel, menurut Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA).
“Sekitar satu juta orang telah meninggalkan Rafah dalam tiga minggu terakhir,” kata UNRWA pada hari Selasa, menurut Palestine Chronicle.
“Saat itulah tidak ada tempat yang aman untuk dituju, dan di tengah pemboman, mereka kekurangan makanan dan air, sampah, dan kehidupan yang menyedihkan.”
UNRWA menambahkan: “Bantuan harian kepada warga sipil hampir mustahil.”
Rafah menampung lebih dari 1,5 juta pengungsi Palestina sebelum invasi darat dimulai pada 6 Mei.
Banyak dari mereka meninggalkan rumah mereka di daerah yang terkepung dan diserang oleh pasukan Israel.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)