TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Peneliti LSAK Ahmad A. Hariri meminta kontroversi internal KPK antara Dewan Pengawas (Dewas) dan Pimpinan KPK dihentikan.
Menurutnya, apa yang dilakukan atas nama etika justru dianggap sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan di masyarakat.
Kehadiran Devas dalam UU 19/19 menjadi ruang untuk memberikan check and balance di lingkungan KPK, ujarnya dalam keterangannya, Selasa (30). /4/) 2024).
Dia menemukan, kehadiran para dewa kerap dimanfaatkan oleh sejumlah pihak luar yang mempunyai kendala hukum terhadap tugas KPK.
Sehingga para Detasemen KPK harus mewaspadai situasi ini sepenuhnya. Kepatuhan terhadap etika hendaknya tidak hanya didasarkan pada prinsip, aturan, dan isi.
“Tetapi konteks kerjanya juga perlu kita perhatikan. Karena yang lebih meresahkan dari upaya penertiban dan moral adalah justru ada motif tersembunyi untuk melemahkan dan mencemarkan nama baik KPK,” ujarnya.
Dalam kasus konflik antara Dewas dan Komisioner KPK saat ini, Nurul Gufro, ketentuan perundang-undangan terkait berakhirnya Pasal 23 Perdewas 04/2021 justru membatasi jangka waktu pelaporan dugaan pelanggaran. Semangat dari aturan yang akan berakhir ini adalah untuk membatasi laporan dan temuan investigasi selanjutnya.
Pembatasan ini harus ditafsirkan dengan ketepatan spiritual dan tidak boleh berakhir, artinya tidak ada tanggal kedaluwarsanya. Seperti halnya tanggal kadaluarsa suatu makanan, perhitungannya tentu saja dari tanggal pembuatannya dari pabrik, bukan saat sampai di meja makan.
“Logika ini sesuai dengan waktu pelaporan dan temuan, kapan laporan berakhir dan diketahui oleh informan. Pada saat yang sama, hasilnya diungkapkan oleh orang dewasa.”
Kepatuhan etis juga memerlukan niat pelapor, katanya. Jika KPK dituding mencurigakan oleh seseorang, seharusnya Devas lebih berpihak dan melindungi pejabat KPK dari serangan korupsi, bukan sebaliknya.
“Supaya jelas kronologisnya, laporan itu keluar Desember 2023, laporan sebelumnya disebut mencurigakan oleh KPK pada September 2023. Orang dewasa di sini diharapkan lebih cerdas secara kontekstual.”
Tragisnya lagi, kasus tersebut kehilangan perlindungan harkat dan martabat KPK setelah Dewas diserahkan pada tahap penemuan laporan di sidang tertutup.
“Dewa diharapkan menjadi penjaga harkat dan martabat KPK, bukan menjadi pakaian KPK. Masyarakat berharap para Dewa mempunyai akhlak dan akhlak yang tinggi,” ujarnya.
Oleh karena itu, LSAK tidak mendorong polemik ini berlanjut, jangan sampai menjadi langkah untuk merendahkan KPK atas polemik tersebut.
“KPK sedang dihancurkan dan diejek oleh masyarakat, dan tidak ada yang diuntungkan dari masalah ini kecuali para koruptor,” ujarnya.