Hasil Dua Survei Buktikan Brand Nasional Tumbuh Signifikan, Goyahkan Produk Terafiliasi Israel

TRIBUNNEWS.COM – Kampanye global “Eyes on Rafah” yang merebak pada akhir Mei 2024 dan menguatnya gerakan boikot berdampak signifikan terhadap penurunan penggunaan produk terkait Israel. Pada saat yang sama, kegiatan ini berdampak pada peningkatan distribusi produk di India. 

Hal ini diperkuat oleh dua survei terbaru yang dilakukan Kompas.co.id dan laporan khusus Trust Barometer Edelman 2024: Merek dan Politik. Kedua penelitian ini membuktikan bahwa protes konsumen Indonesia mempunyai efek yang dahsyat. Sebab tindakan tersebut dapat menghancurkan penjualan produk perusahaan internasional yang memiliki hubungan dengan Israel. 

Hanindia Narendrata, salah satu pendiri dan CEO Kompas.co.id, mengatakan: “Penurunan penjualan produk disebabkan oleh boikot merek tersebut menyusul viralnya kampanye ‘Eyes on Rafah’ di media sosial.” 

Studi pertama yang dilakukan Kompas.co.id antara 19 Mei hingga 15 Juni 2024 menemukan bahwa pelarangan produk terkait di Israel mengikuti jejak barang konsumsi cepat saji (FMCG) di dua platform e-commerce yang banyak digunakan. oleh masyarakat Indonesia.

Informasi tersebut menunjukkan nilai penjualan 156 dari 206 produk yang dianggap terkait dengan Israel mengalami penurunan. Di sisi lain, produksi dalam negeri meningkat. 

Sementara itu, total penjualan produk (volume penjualan) 206 merek terkait asal Israel di Indo Nesia mengalami penurunan sebesar 3% atau turun menjadi 6.673.745 produk, dibandingkan dua pekan lalu yang terjual sebanyak 6.884.802 produk. 

Selama periode penelitian, 37 kategori produk untuk ibu dan anak masuk dalam daftar boikot, dan 92% di antaranya diantaranya mengalami penurunan jumlah produk yang terjual. 

Sementara itu, untuk produk kesehatan, terdapat 29 merek yang masuk dalam daftar boikot, dimana 74 persen di antaranya mencatatkan penurunan jumlah produk yang terjual dibandingkan dua minggu lalu. 

Kategori makanan dan minuman, yang mencakup merek-merek dari perusahaan multinasional, juga mengalami penurunan, dengan 74 persen dari 75 merek dilarang. Di sisi lain, produsen dalam negeri justru meningkat signifikan. Misalnya, Mayora mengalami peningkatan penjualan produk sebesar 9 persen, disusul Wings Group sebesar 4,7 persen, Gunung Slamet Slawi sebesar 1,7 persen (GSS).

Sementara itu, pada kategori perawatan dan kecantikan, masih ada 85 merek yang diboikot, dimana 62% diantaranya merupakan merek yang diboikot. masih mengalami penurunan penjualan. 

Penurunan signifikan terjadi pada periode 1-7 Juni 2024, ketika larangan penggunaan sektor FMCG di e-commerce mengalami penurunan sebesar 7%, dari 2.407.460 produk menjadi 2.223.273 produk. 

Mendorong peningkatan penjualan produk lokal

Hasil kajian Kompas.co.id pun membawa hal yang sangat menarik. Berdasarkan riset yang ada, Narendrata menemukan bahwa konsumen yang ikut boikot memilih beralih ke produk dari merek nasional yang dianggap tidak ada hubungannya dengan Israel. 

“Konsumen yang ikut boikot cenderung mengganti produknya dengan merek lain yang tidak terkait dengan Israel dan lebih memilih merek lokal sebagai perwakilan produk,” kata Narendrata. 

Tak heran – lanjut Narendrata – pergeseran konsumen paling terlihat dari merek global ke merek produk nasional pada kategori ibu dan anak. Di sektor ini, produsen global mencatat penurunan jumlah produk yang terjual hingga 18,3%. 

Dengan kata lain, merek ibu dan bayi global paling terkena dampak pelarangan produk terkait Israel dibandingkan dengan kategori FMCG lainnya. 

“Melihat tren media sosial belakangan ini, gerakan boikot diperkirakan akan terus berlanjut,” kata Narendrata. 

Kajian kedua, edisi terbaru Laporan Khusus Edelman’s Trust Barometer 2024: Brands and Politics yang diterbitkan pada pertengahan Juni 2024, menyajikan hasil survei terhadap 15.000 konsumen di 15 negara, yang menunjukkan bahwa Indonesia, bersama Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) berada di garis depan dalam memboikot merek global yang terkait dengan Israel. 

“Indonesia, negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. “Satu dari dua warga negara menyatakan larangan penjualan merek yang terkait dengan Israel,” tulis laporan itu. 

Survei tersebut menemukan 72 persen responden di Arab Saudi memboikot merek yang dianggap mendukung genosida Israel terhadap warga sipil Palestina di Gaza. Sementara di Uni Emirat Arab, angkanya mencapai 57%. 

Hal ini terkait erat dengan impunitas negara-negara Arab dan Muslim. Negara lain seperti Indonesia dan Malaysia diguncang oleh runtuhnya perusahaan multinasional yang berbasis di selatan. Alhasil, penjualan merek makanan dan minuman internasional ini anjlok akibat kesalahpahaman tersebut. (***Andeska***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *