Laporan jurnalis Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Berdasarkan data dan analisis media sosial dan media berita online, sejak 1 Agustus 2024 hingga 25 November 2024 menunjukkan bahwa isu pembangunan ke atas menjadi perhatian besar masyarakat Indonesia.
Riset perusahaan teknologi Big Data dan AI NoLimit Indonesia menunjukkan terdapat 23.135 percakapan terkait stempel di media sosial dan 12.165 mention di media online.
Faktanya, kesadaran masyarakat terhadap stunting cukup tinggi, 68 persen dari seluruh perbincangan dan pemberitaan menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat memahami bahwa dampak stunting yang paling dominan adalah mengganggu tumbuh kembang anak, kata Aqsath Rasyid Naradhipa, CEO NoLimit. . Indonesia. dalam paparannya, Jumat (6/12/2024).
Diketahui, stunting kini menjadi masalah kesehatan yang berdampak pada perkembangan fisik dan otak anak, disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan yang memadai.
Dikatakannya, jika melihat waktu penarikan data, perbincangan terkait penundaan akan meningkat 3 kali lipat pada Oktober 2024.
“Peningkatan perkuliahan juga seiring dengan dilantiknya pemerintahan baru. “Hal ini menunjukkan adanya harapan baru mengenai pembendungan dan program yang akan dilaksanakan oleh pemerintahan baru,” kata Aksath.
Terdapat 50 persen persepsi masyarakat terhadap upaya pemerintah mengakhiri penangguhan pemberian makanan gratis di sekolah, sementara 63 persen berpendapat bahwa peran masyarakat adalah melakukan edukasi.
“Data ini penting, pemerintah berperan melalui program-programnya, dan masyarakat juga berperan dalam edukasi kebangkitan media sosial,” kata Aksath.
Namun, masih terdapat kritik terhadap kebijakan tersebut yang dianggap tidak tepat sasaran.
Terdapat 57 persen perbincangan negatif bahwa program makan siang gratis di sekolah tidak tepat sasaran dan tidak menjangkau kelompok yang benar-benar membutuhkan.
Hasil analisis lain dari NoLimit Indonesia juga mengungkapkan bahwa 47% pengguna internet berpendapat bahwa solusi yang lebih efektif untuk mengatasi kekurangan tersebut adalah dengan menambah jumlah tenaga medis, khususnya dokter, di daerah terpencil.
Sebanyak 22 persen lainnya juga mengapresiasi pentingnya perbaikan birokrasi agar masyarakat miskin dan terpencil bisa mendapatkan layanan kesehatan yang lebih mudah diakses dan fasilitas nyaman.
“Harapannya dengan adanya temuan ini, pemerintah dapat lebih mendengarkan masukan masyarakat khususnya melalui media sosial, dan tentunya masyarakat dapat menggunakan media sosial dengan bijak untuk berkomunikasi dengan pemerintah sehingga komunikasi dan penanganan permasalahan menjadi lebih baik. kelangkaan bisa menjadi sasaran yang lebih tepat,” kata Aksath.