Hari Kedua Refleksi Peringatan 26 Tahun Reformasi: Pentingnya Ingat Sejarah Kelam Agar Tak Terulang

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Pengurus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susecho mengatakan, situasi toleransi dan keberagaman di Indonesia sudah mengalami kemunduran.

Pria yang akrab disapa Pastor Benny ini mengatakan, etika bangsa sudah terpuruk akibat maraknya intoleransi dan diskriminasi.

Peraturan yang memperhatikan kepentingan ibadah sebenarnya sudah ada, namun penegakannya masih jauh dari maksimal, dan tanggung jawab pemerintah khususnya pemerintah daerah belum terpenuhinya nilai-nilai budaya Indonesia. telah hidup dan terpelihara sejak lama, “seolah diabaikan di Indonesia,” kata Benny dalam acara ”gerakan reformasi antara kenyataan dan harapan” yang digelar di Jakarta, Rabu (22 Mei).

Menurut Benny, keadaan tersebut justru berbalik setelah reformasi seiring dengan politik identitas yang digalakkan dan menyerah pada tekanan opini publik mayoritas.

Negara tidak boleh hanya bertindak secara normatif dan berkompromi berdasarkan dikotomi minoritas/mayoritas. Namun kita juga harus responsif terhadap semua pihak dan menegakkan hukum secara non-diskriminatif.

Romo Benny mendorong seluruh elemen masyarakat untuk melakukan moderasi beragama, dan para pemimpin daerah menjadi politisi yang menerima seluruh warga negara tanpa diskriminasi dan tidak terikat oleh dominasi politik atau dikotomi minoritas-mayoritas. Saya menyerukan agar Anda berani.

Intinya, negara melindungi seluruh penduduk Indonesia dari beribadah.

Benny berpendapat, seluruh lapisan masyarakat perlu menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah Gronslag, landasan moral dan sentimen dalam upaya membangun kehidupan nasional yang lebih toleran dan harmonis.

Sumber lainnya, sejarawan Indonesia Bonnie Triana, memberikan pandangan sejarah mengenai peristiwa reformasi agama tahun 1998.

Bonnie Triana mengatakan kilas balik dan kenangan sejarah menimbulkan pertanyaan mengapa negara ini begitu mudah lupa.

“Melupakan itu sifat manusia, tapi catatan sejarah menunjukkan kita tidak pernah serius merevisi masa lalu. Bahkan setelah 26 tahun reformasi, cita-cita reformasi semakin melangkah maju,” ujarnya.

Bonnie menekankan pentingnya mengingat sejarah kelam ini sebagai pelajaran dan tidak membiarkannya terulang kembali di kemudian hari. Oleh karena itu, meski optimis terhadap masa depan Indonesia, kami tetap kritis terhadap berbagai tantangan yang ada.

Komisioner Komnas HAM Sarlin P. Siajian turut hadir dalam acara tersebut

Diskusi tersebut menyimpulkan bahwa melihat kembali 26 tahun reformasi membawa kesadaran bahwa, meskipun menghadapi banyak tantangan, masih ada harapan untuk perubahan.

Gerakan reformasi telah membuka jalan menuju demokrasi, namun perjalanan menuju cita-cita bangsa yang lebih baik masih panjang dan penuh rintangan.

Para aktivis, akademisi, dan masyarakat sipil harus terus mengawal proses ini dan memastikan bahwa setiap langkah menuju perubahan dilakukan dengan komitmen yang kuat dan konsisten terhadap nilai-nilai Pancasila.

Melalui kerjasama dan semangat yang tiada henti, kita dapat mewujudkan Indonesia yang lebih baik, sejalan dengan harapan dan cita-cita para pejuang Reformasi 1998.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *