TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Upaya penguatan inklusi ekonomi terus ditingkatkan bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk penyandang disabilitas.
Otoritas Layanan Ketenagakerjaan (OJK) melaporkan hanya sekitar 20 persen dari seluruh penyandang disabilitas yang memiliki akses terhadap produk dan layanan keuangan.
Dari Survei Nasional Literasi dan Inklusi (SNLKI) yang dilakukan OJK pada tahun 2022, angka melek huruf siswa masih berada pada angka 47,56 persen, atau di bawah rata-rata pulau tersebut sebesar 49,68 persen.
Direktur Komersial PT Jalin Payment Nusantara Eko Dedi Rukminto menyoroti pentingnya membiasakan anak-anak, termasuk penyandang disabilitas, untuk memahami mata uang digital dengan benar.
“Kami tidak ingin generasi emas ini mendapat masalah atau terlibat penipuan dalam menggunakan sistem pembayaran digital,” lapor Kamis, 25 Juli 2024.
Memperingati Hari Anak Nasional, perseroan mengajak anak-anak Sekolah Swasta (SLB) di DKI Batavia mengunjungi Museum Bank Indonesia, memperkenalkan sejarah sistem pembayaran di Indonesia, dan memberikan kesempatan yang sama dalam memperoleh pengetahuan keuangan.
Melalui kampanye #everyoneCanEqual, perusahaan menyerukan kolaborasi lintas sektor untuk memastikan sistem pembayaran digital aman dan dapat diakses oleh semua orang.
Program “Inklusi di Museum BI” bertujuan untuk meningkatkan literasi dan keamanan keuangan pada anak-anak penyandang disabilitas, khususnya teman-teman tunarungu.
Pemerintah mencanangkan program “Melindungi Anak, Memberdayakan Bangsa” dalam rangka memperingati HAN 2024 yang fokus pada pembangunan masyarakat Indonesia yang sangat bergantung pada perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak.
Wendy Kusumowidagdo, Direktur Eksekutif Uluran Tangan, menyetujui rencana Jalini dan mendapat dukungan dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) dalam acara tersebut guna meningkatkan pendidikan keuangan bagi anak-anak yang membutuhkan.
Ia percaya bahwa pendidikan dan literasi keuangan sangat penting untuk memastikan bahwa semua Anggota Tunarungu terintegrasi sepenuhnya ke dalam masyarakat dan ekonomi digital, serta waspada dan terlindungi saat menggunakan layanan sistem digital.
Wendy menekankan bahwa inklusi keuangan bukan hanya sekedar akses, namun memastikan bahwa setiap orang, termasuk penyandang disabilitas, mengetahui cara menggunakan layanan keuangan dengan aman dan efektif.
“Penyandang tunarungu, seperti kelompok rentan lainnya, memiliki banyak tantangan dalam memahami dan mengakses layanan keuangan digital. Oleh karena itu, acara seperti ini penting untuk menambah pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan,” kata Wendy.
Kepala Produk dan Teknologi ASPI, Tata Martadinata, mengungkapkan upaya meningkatkan keamanan dan kepercayaan dalam penggunaan sistem pembayaran digital merupakan hal yang biasa.
“ASPI terus berupaya memberikan edukasi komprehensif kepada seluruh lapisan masyarakat mengenai pentingnya pemahaman dan keamanan penggunaan sistem pembayaran digital,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini penting mengingat sifat transaksi pembayaran yang semakin digital, salah satunya adalah meningkatkan penerimaan penggunaan QRIS.
“Melalui pengetahuan yang baik, kita dapat mengurangi risiko penipuan dan penipuan yang merugikan, khususnya anak-anak untuk lebih menghadapi dunia digital sebagai bagian dari komunitas nirlaba,” kata Tata.