Harga Tiket Pesawat Mahal, Pengusaha Pariwisata Sebut Jumlah Pegerakan Wisnus Bakal Terdampak

Laporan reporter Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Harga tiket pesawat domestik menjadi sorotan karena mahal. Hal ini disebut berdampak pada pergerakan wisatawan domestik.

Pada tahun ini, Kemenparekraf menargetkan 1,2 hingga 1,5 miliar pergerakan wisatawan nasional.

Menurut Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani, jika harga tiket mahal, otomatis masyarakat mengurungkan niatnya untuk berwisata.

“Dampaknya lebih kepada potensi pergerakan wisatawan nusantara atau pelaku perjalanan dalam negeri. Itu tentu berpengaruh. Kalau masyarakat punya tiket mahal, otomatis mereka tidak berangkat atau jarang bepergian,” ujarnya kepada Tribunnews, seperti dikutip, Kamis ( 18 ). /7/2024).

“Nah, otomatis harus ada pengaruhnya terhadap pergerakan orang. Kalau bicara tiket, di dalam negeri tiket itu mahal,” lanjutnya.

Jika pergerakan wisatawan domestik terdampak, Hariyadi yang juga Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengatakan tingkat okupansi hotel juga akan terdampak.

Pertumbuhan tingkat okupansi hotel tidak akan ideal, pertumbuhan ekonomi daerah disebut-sebut juga akan mengalami hal serupa.

“Tidak hanya hotel, pariwisata termasuk pertumbuhan ekonomi daerah pasti tidak ideal,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, belakangan ini harga tiket pesawat di Indonesia menjadi perhatian karena cukup mahal dibandingkan negara lain.

“Dibandingkan negara-negara ASEAN dan negara dengan jumlah penduduk tinggi, harga tiket pesawat Indonesia menempati urutan kedua termahal setelah Brazil,” kata Luhut, dikutip dari akun Instagram pribadinya.

Luhut mengatakan, peningkatan aktivitas maskapai pasca meredanya pandemi Covid-19 menjadi salah satu faktor penyebab kenaikan harga tiket pesawat domestik.

“Banyak masyarakat yang mengeluhkan mahalnya harga tiket pesawat akhir-akhir ini, pasalnya aktivitas penerbangan global sudah pulih hingga 90 persen dibandingkan keadaan sebelum pandemi,” jelas Luhut.

Berdasarkan data IATA, pada tahun 2024 akan terdapat 4,7 miliar penumpang global atau meningkat 200 juta penumpang dibandingkan tahun 2019.

“Kami menyiapkan beberapa langkah untuk meningkatkan efisiensi penerbangan dan menurunkan harga tiket, misalnya dengan mengevaluasi biaya operasional pesawat. Cost Per Block Hour (CBH) yang merupakan komponen terbesar biaya operasional pesawat harus diidentifikasi secara detail,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *