Harga Produk Hortikultura Terjun Bebas, KSP Sentil Kinerja Kementan: Petani Sampai Buang Panenan

Reporter Reporter Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

Mahkamah, Jakarta – Deputi III Kepala Bidang Perekonomian Presiden Staf Umum Edy Priyono mengungkapkan, harga guncangan semakin turun. Hal itu diungkapkannya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, Senin (19/8/2024).

Berdasarkan data sistem pemantauan pasar pasar per pasar (SP2KP), harga rata-rata harga nasional berada pada harga RP 28.600 per Kg pada tanggal 16 Agustus 2024.

Harganya jauh di bawah Harga Acuan Jual (HAP), keduanya batas atas RP 41.500 per Kg atau batas bawah RP 36.500 per kg.

Anjloknya harga produk hortikultura tidak hanya terjadi pada penjualan.

Dalam pertemuan yang dihadiri Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kemental), Andi Muhammad Iil Fitri, Edy mengungkapkan hal tersebut.

“Ini penting Pak Idil dari Kementan. Ternyata di bawang tidak muncul.

Wortel yang dikutip. Sekitar dua pekan lalu, Edy mendapat keluhan dari petani wortel di Kabupaten Karo.

Pengaduan tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan dialog yang melibatkan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

Dari hasil dialog terungkap fakta bahwa untuk produk hortikultura terjadi fluktuasi harga yang cukup tinggi. “Jadi ini sebenarnya yang menjadi permasalahan pada produk hortikultura yang justru harganya mahal,” kata Edy.

“Kalaupun dibaca di media, tidak sedikit petani yang kehilangan hasil panennya,” lanjutnya. Edy menjelaskan, penyebab turunnya harga wortel karena pasokan berlebih.

Normalnya kebutuhan wortel dalam negeri berkisar 300 ribu ton per tahun, namun produksi tahun ini mencapai 600 ribu ton. Mekanisme pasar menyebabkan harga wortel anjlok.

Sedangkan untuk Dagangan Bawang, Edy menyarankan agar industri pengolahannya dikembangkan di daerah.

Misalnya seperti yang dilakukan di Brebes, bawang merah yang dijual tidak hanya segar, tapi juga sudah diolah.

Edy mengatakan, sangat bagus jika dikembangkan di daerah lain. Kalau dijual dalam bentuk olahan, selain harganya lebih mahal, katanya, nilai tambah yang dinikmati juga lebih tinggi.

Selain itu, umur simpan olahan sandwich bisa lebih lama.

“Jadi nanti kalau panennya tinggi, jatuhnya tidak terlalu banyak. Saya kira bisa kita kembangkan ke tahap jangka menengah dan panjang,” pungkas Edy.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *