Harga Minyak Dunia Naik Tajam, Brent Jadi 74,49 Dolar AS Per Barel

 

Reporter Tribunnews.com Namira Yunia melaporkan

 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga minyak mentah West Texas Intermediate dan Brent menguat tajam dalam 24 jam terakhir perdagangan di pasar global.

Melansir Reuters, harga minyak mentah berjangka WTI menguat 4,76 persen dalam sepekan terakhir, menjadi menetap di level 71,92 dolar AS per barel pada Minggu (22/09/2024).

Demikian pula dengan minyak mentah Brent, harganya juga meningkat sebesar 4,02 persen dalam sepekan menjadi US$74,49 per barel.

Harga minyak berada di bawah tekanan, mencapai titik terendah dalam tiga tahun untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir karena lemahnya permintaan dan pembatasan produksi minyak global.

Badai Francine telah membatasi 6 persen produksi minyak mentah dan 10 persen produksi gas alam di Teluk Meksiko, AS, serta meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, sehingga meningkatkan risiko gangguan pasokan minyak.

“Bisa dibilang dampak Badai Francine adalah hal yang sangat penting bagi minyak mentah, jika melihat dari sisi pasokan, pasokannya sudah sangat terbatas akibat dampak konflik Timur Tengah dan tertundanya rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi,” kata analis pasar global.

Namun, setelah bank sentral AS, The Fed, melakukan pendekatan dovish dengan memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75-5,0 persen, aktivitas perekonomian mulai meningkat.

Itu sebabnya harga minyak global naik pada perdagangan akhir pekan ini karena suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya pinjaman, yang pada gilirannya meningkatkan permintaan minyak.

“Penurunan suku bunga AS mendukung sentimen risiko, melemahkan dolar dan mendukung minyak mentah minggu ini,” kata analis UBS Giovanni Staunovo. 

Di Tiongkok, pertumbuhan produksi industri melambat ke level terendah dalam lima bulan pada bulan Agustus, sementara penjualan ritel dan harga rumah baru semakin melemah. 

Produksi kilang minyak juga turun selama lima bulan berturut-turut karena menurunnya permintaan bahan bakar dan lemahnya margin ekspor yang membatasi produksi.

Sementara itu, profitabilitas kilang minyak di Asia, Eropa, dan AS merosot ke titik terendah dalam beberapa tahun terakhir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *