TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Polri diperkuat untuk menghapus undang-undang perjudian.
Namun jika menyangkut penjahat, mereka yang ditangkap diketahui merupakan satu-satunya pengelola dan operator situs perjudian online. Lalu bagaimana dengan buku?
Kabareskrim Polri Komjen Wahu Widada menjelaskan, dalam mendeteksi kasus khususnya perjudian online perlu adanya langkah-langkah karena adanya kejahatan terorganisir.
“Kita tidak bisa mengatakan apa yang tidak bisa kita bayangkan untuk diucapkan. Tapi harus ada bukti yang menghubungkan satu tindakan dengan tindakan itu. Kita harus menghubungkan orang tersebut dan tindakannya satu per satu.” kata Wahyu dalam jumpa pers, Jumat (21/6/2024).
Wahew mengatakan penangkapan harus dilakukan dari tingkat paling bawah sehingga kasus ini sampai ke pelaku perdagangan manusia terbesar.
“Begini, ini yang perlu kita lakukan, informasinya, oh, itu penulis A, bosnya B, ikut dia, itu yang perlu kita lakukan juga, para kolektor, kalau kita dekati penjualnya, kita bisa mengikatnya naik, baru kita tangkap,” ujarnya. Kabareskrim Polri dan Wakil Ketua Satgas Harian Pemberantasan Judi Online, website, Komjen Wahyu Widada, bersama Kapolri, Irjen Jenderal Syahardiantono, Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dan Kadiv Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Krishna Murthy menunjukkan bukti beredarnya pesan tersebut di Mabes, Batavia Selatan. , pada Jumat (21/6/2024, 114 telepon genggam, 96 rekening, 145 mesin bank, sembilan laptop, lima papan tanda).
Dengan kata lain, Wahyu membantah Polri membiarkan pelaku trafficking berkeliaran. Kemajuan masih dibuat.
“Jadi kita tidak keluar begitu saja (pengedar), tapi dia punya sertifikat yang kita pakai di sini, bukan hanya menurut saya, tapi itu semua mungkin, tapi kita buktikan melalui investigasi yang dilakukan siber kita. Expcdia pencari,” katanya.
“Saya kira komitmen kita cukup kuat untuk memadamkan kepunahan,” tutupnya. Mafia beroperasi di Greater Mekong
Laporan Divisi Nasional Kepolisian Internasional (Divhubinter) menguraikan asal muasal merebaknya perjudian hingga akhirnya menjadi masalah di Indonesia.
Kadiv Hubungan Internasional Polri Irjen Krishna Murthy mengatakan, operasi dari wilayah Mekong Besar ini sudah direncanakan dan dilatih dengan baik.
“Sebagian besar pelakunya adalah pelakunya karena ini adalah kejahatan terorganisir transnasional, sebuah kelompok kejahatan terorganisir yang menjalankan perjudian ini dari wilayah Mekong. Wilayah Mekong adalah Kamboja, Laos, dan Myanmar,” kata Krishna dalam siaran persnya. wawancara, Jumat (21/6/2024).
Tak hanya di Indonesia, Krishna mengatakan perjudian online juga menjadi masalah, khususnya di negara-negara Asia Tenggara.
Bahkan, Krishna mengaku sudah merasakan dampaknya di Tiongkok.
Krishna mencontohkan, praktik perjudian online semakin populer pascapandemi COVID-19 yang melanda dunia. Saat ini, penjudi di Greater Mekong mengalami pembatasan mobilitas.
“Karena pembatasan lalu lintas, penumpang tidak bisa bermain. Judi online berkembang setelah pandemi covid-19 dan sejak itu perjudian online menyebar ke seluruh negara termasuk Amerika,” ujarnya. Kabareskrim Polri dan Wakil Kepala Satgas Penindakan Harian Satgas Pemberantasan Judi Online Komjen Wahyu Widada serta Kapolda Propam Irjen Syahardiantono dan Kadiv Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Krishna Murti berbincang dengan bukti-bukti yang dipaparkan dalam rilis tersebut. pemberantasan Polri Batavia Selatan, Jumat (21/6/2024). Polri berhasil mengungkap tiga kasus perjudian berhalaman depan 1XBET, W88 dan Liga Ciputra dan ditemukan 18 tersangka dalam tiga kasus tersebut. Barang bukti yang dibeberkan tersangka berupa uang tunai Rp4,7 miliar, tiga unit mobil, 114 unit telepon seluler, 96 buku besar, 145 mesin bank, sembilan unit laptop, dan lima buah prangko. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)
Brosur Greater Mekong ini mengembangkan bisnisnya dengan mempekerjakan pekerja manusia di negara pasarnya, Indonesia.
“Misalnya kalau mau memperluas perjudian di Indonesia, direkrut orang Indonesia, dikirim ratusan orang, rekrutan Indonesia dikirim ke tiga negara tersebut,” jelas Krishna.
“Saat itu, operator menjalankan operasi yang tentu saja diorganisir oleh kelompok mafia, dan perjudian sudah terkendali.”