TRIBUNNEWS.COM – Gerakan perlawanan Islam Palestina Hamas mengecam pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden karena menutup mata dan menyangkal pembantaian yang dilakukan Israel di Rafah di Jalur Gaza selatan.
Hamas menganggap sekutu terdekat Israel mengabaikan pembunuhan warga Palestina di Rafah.
“Kami mengutuk keras kegigihan pemerintahan Presiden Biden yang menutup mata dan menyangkal pembantaian mengerikan yang dilakukan tentara kriminal pendudukan Zionis terhadap pengungsi Palestina di Rafah,” kata Hamas dalam pernyataannya, Rabu (29/5). /2024) ).
Setidaknya 45 warga Palestina dibakar hidup-hidup ketika Israel melancarkan serangan udara ke kota tenda di Rafah Minggu dini hari (26/5/2024).
Hamas mengatakan AS mengabaikan kecaman internasional terhadap Israel setelah serangan berulang kali terhadap kamp pengungsi di Rafah.
Sebaliknya AS membela Israel dan tidak mengutuknya, bahkan serangan Israel ke Rafah bukanlah garis merah bagi AS.
“Entitas Zionis tidak melewati garis merah dengan Presiden Biden,” kata Hamas seperti dikutip Al Arabiya.
Hal ini, menurut Hamas, menunjukkan ketidakpedulian AS terhadap kehidupan warga Palestina.
Hamas menganggap AS terlibat dalam kejahatan yang dilakukan Israel di Jalur Gaza, termasuk peran AS sebagai pemasok bom ke Israel. AS hanya khawatir dan mengatakan tidak ada operasi besar Israel di Rafah
Gedung Putih memperingatkan Israel atas serangan terhadap kamp pengungsi Rafah di Jalur Gaza selatan pada Minggu (26/5/2024).
“Kami sangat mengutuk hilangnya nyawa,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby saat ditanya pendapatnya mengenai serangan tersebut, Selasa (28/05/2024).
Dia mengatakan Israel melanjutkan penyelidikannya, yang menurutnya akan memberikan lebih banyak petunjuk tentang serangan itu.
“Ini bukan sesuatu yang harus kita abaikan. Kami sudah menyampaikannya kepada rekan-rekan Israel kami,” lanjutnya, Anadolu mengutip ucapannya.
Meski demikian, John Kirby memastikan dukungan Amerika terhadap Israel tidak akan goyah.
“Dukungan Amerika terhadap perang Israel yang sedang berlangsung di Gaza tidak akan melemah,” katanya.
Serangan Rafah bukanlah garis merah bagi AS untuk mengambil tindakan terhadap Israel, katanya.
“Sejauh ini, tindakan Israel bukanlah operasi darat besar yang disebut Presiden Biden sebagai garis merah untuk bantuan lebih lanjut dari Washington,” lanjutnya.
“Kami belum melihat mereka melakukan hal itu saat ini, tapi kami sedang mempertimbangkannya,” katanya.
“Semua yang kami lihat, dan kami tidak bisa melihat semuanya, tapi semua yang kami lihat memberi tahu kami bahwa mereka tidak melakukan operasi darat besar-besaran di pusat-pusat populasi di pusat Rafah,” katanya.
AS telah menjadi pendukung setia Israel sejak negara itu berdiri pada tahun 1948.
AS juga memberikan bantuan militer rutin kepada Israel, termasuk senjata dan bom yang digunakan Israel selama agresinya di Jalur Gaza. Jumlah korban
Israel melanjutkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah warga Palestina yang tewas bertambah lebih dari 36.096 orang dan 81.136 orang luka-luka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Rabu (29/05/2024), serta 1.147 kematian di Jalur Gaza. wilayah Israel, seperti dilansir Anadolu.
Sebelumnya, Israel mulai melakukan pengeboman di Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina Hamas melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk menghadapi pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa.
Menurut perkiraan Israel, Hamas masih menyandera sekitar 136 sandera di Jalur Gaza setelah menukar 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Unita Rahmayanti)
Berita lainnya terkait konflik Palestina dan Israel