TRIBUNNEWS.COM – Kelompok Palestina Hamas mengkritik veto Amerika Serikat (AS) terhadap resolusi gencatan senjata Gaza pada sidang PBB, Rabu (20/11/2024).
Hamas mengklaim bahwa Amerika Serikat bertanggung jawab atas kerusakan dan penderitaan besar di Jalur Gaza.
“Amerika Serikat, seperti pendudukan Israel, memikul tanggung jawab langsung atas perang genosida dan pembersihan etnis terhadap rakyat kami,” kata kelompok tersebut dalam sebuah pernyataan.
Hamas mengatakan Amerika Serikat akan memberikan perlindungan diplomatik selama perang Israel di Jalur Gaza, lapor Associated Press.
Saat ini, sebagian besar Jalur Gaza telah hancur, dan sekitar 90 persen dari 2,3 juta penduduknya terpaksa meninggalkan rumah mereka, seringkali berkali-kali.
Sementara itu, AS menegaskan resolusi PBB tersebut tidak terkait dengan pembebasan sandera oleh Hamas di Israel pada Oktober 2023.
Dewan Keamanan PBB yang terdiri dari 5 anggota tetap dan 10 anggota tidak tetap memberikan suara 14 berbanding 1 untuk resolusi gencatan senjata.
Namun resolusi tersebut akhirnya gagal karena adanya veto AS. AS akan memveto resolusi PBB tentang gencatan senjata 20 November 2024 (X/UN News)
Berbeda dengan lima anggota tetap – Amerika Serikat, Rusia, Tiongkok, Inggris, dan Prancis – anggota tidak tetap tidak memiliki hak veto.
Resolusi yang diajukan selama pemungutan suara menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat dan permanen yang harus dihormati oleh semua pihak dan menegaskan kembali tuntutan pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat.
Pada bulan Juni, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi pertamanya mengenai rencana gencatan senjata yang bertujuan mengakhiri perang antara Israel dan Hamas.
Resolusi yang disponsori AS menyambut baik gencatan senjata yang diusulkan oleh Presiden Joe Biden, yang menurut AS telah diterima Israel.
Resolusi tersebut meminta Hamas untuk menerima rencana tiga tahap, namun perang terus berlanjut. Gencatan senjata di Lebanon
Sementara itu, gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah di Lebanon menunjukkan tanda-tanda kemajuan.
Namun, Menteri Pertahanan Israel mengatakan dia menginginkan hak untuk mengambil tindakan militer terhadap Hizbullah dalam perjanjian gencatan senjata apa pun.
Pemerintah Lebanon kemungkinan besar akan melihat tuntutan tersebut sebagai pelanggaran terhadap kedaulatannya, sehingga mempersulit upaya untuk mengakhiri lebih dari satu tahun pertempuran antara Israel dan Hizbullah.
Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, serangan dan pertempuran Israel di Lebanon telah menewaskan lebih dari 3.500 orang dan melukai 15.000 orang.
Perang tersebut menyebabkan hampir 1,2 juta orang, atau seperempat penduduk Lebanon mengungsi. Puluhan orang tewas di Gaza utara
Sementara itu, Kamis (21/11/2024) dini hari), serangan Israel ke Beit Lahia di Jalur Gaza utara menewaskan sedikitnya 66 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Menurut The New Arab, 100 orang terluka akibat serangan itu.
Pasukan Israel juga menyerang bagian lain daerah kantong tersebut, menewaskan 7 orang di Khan Yunis Barat, 2 orang di Gaza dan beberapa orang di al-Mawas.
Di Lebanon, serangan Israel di kota Maaraq, yang terletak dekat Tirus, menewaskan 5 orang, Kantor Berita Nasional negara itu melaporkan.
Kantor berita tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa sedikitnya 23 orang terluka akibat serangan itu.
Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan setidaknya 14 orang tewas dalam serangan Israel dalam 24 jam terakhir.
Agresi yang sedang berlangsung ini bertepatan dengan kedatangan Perwakilan Khusus AS Amos Hochstein di Israel setelah pertemuan dengan Ketua Parlemen Lebanon Nabih Berri mengenai usulan gencatan senjata antara Hizbullah dan Israel.
Sejak 7 Oktober 2023, perang Israel di Jalur Gaza telah menewaskan 43.985 warga Palestina dan melukai 104.092 orang.
Perang tersebut menjerumuskan Jalur Gaza ke dalam krisis kemanusiaan yang parah dan menghancurkan seluruh wilayah.
(Tribunnews.com, Tiara Shelav)