TRIBUNNEWS.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengkritisi tindak pidana yang didakwakan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tanur.
Diketahui, Ronald Tannur, putra mantan anggota DPR RI dari kelompok PKB, Edward Tanur, terlibat kasus pembunuhan perempuan Sukabumi, Dini Sera Afrianti.
Kejaksaan Agung menilai pengungkapan tersebut merupakan cerminan belum tuntasnya majelis hakim dalam memeriksa kasus pembunuhan Dini Sera Afrianti.
Pasalnya hakim memutuskan penyebab utama kematian korban adalah minuman keras.
Informasi tersebut diungkapkan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar.
Harley juga menilai majelis hakim tidak menganalisis kasus pembunuhan tersebut secara keseluruhan, melainkan hanya sebagian saja.
“Bahwa kematian korban atau kematiannya didasari oleh minuman keras. Oleh karena itu, kami melihat hakim tidak melihat peristiwa tersebut secara utuh, melainkan hakim melihat blank,” kata Harli seperti dilansir Kompas.com. Kamis (25/7/2024).
Lebih lanjut, majelis hakim juga memanfaatkan ketidakhadiran saksi saat mempertimbangkan pembebasan Ronald Tannur.
Harli kemudian menanyakan siapa yang bertanggung jawab atas kematian Dini Sera Afrianti.
“Kematian korban diduga karena minuman keras. Jadi siapa yang bertanggung jawab atas almarhum.”
“Apakah hanya berdasarkan bukti-bukti saja karena alkohol atau karena tidak ada saksi?”, tegas Harli.
Harli mengatakan, seharusnya majelis hakim bisa mengusut kasus pembunuhan ini secara mendalam.
Dan mereka mampu mempertimbangkan fakta-fakta yang ada, termasuk hubungan antara korban dan pelaku.
Pasalnya, sebelum meninggal, Dini sempat terlibat perselisihan dengan Ronald Tannur.
Ada juga bukti CCTV dan kematian Dini karena kecelakaan mobil.
“Ada adu mulut, ada bukti CCTV korban ditabrak, ada visum dan laporan yang menyebutkan korban mengalami luka-luka.”
“Hakim harus mempertimbangkan hal ini. Lihat ini sebagai bukti yang meyakinkan,” kata Harley. Kejati Jatim kecewa dengan keputusan PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tanur.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Mia Amiati mengaku menyayangkan hukuman yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya kepada Ronald Tanur, terdakwa kasus pembunuhan pacarnya Dini Sera Afrianti.
Mia memastikan Kementerian Umum akan mengambil langkah hukum selanjutnya yakni tindakan hukum.
“Kami akan menempuh jalur hukum,” kata Mia Amiati, Kamis (25/7/2024) ini.
Mia mengungkapkan, dalam proses persidangan, Kejaksaan Agung (JPU) berusaha membuktikan fakta dan menghadirkan bukti-bukti terkait kasus pembunuhan tersebut.
Meski jelas jaksa mengajukan tuntutan berdasarkan data visum, namun majelis hakim tidak mempertimbangkan hal tersebut, ujarnya.
Ronald Tanur, jaksa, diduga melakukan tindak pidana kekerasan terhadap korban hingga meninggal dunia.
Atas permintaan Jaksa Penuntut Umum, ia divonis 12 tahun penjara setelah terbukti melanggar pasal 338 KUHP atau 359 KUHP.
Selain hukuman tersebut, Ronnald Tanur juga wajib membayar ganti rugi kepada ahli waris Dini sebesar Rp263 juta, kurang dari 6 bulan penjara.
Dalam putusan yang dibacakan Kuasa Hukum Erintuah Damanik pada Rabu (24/07/2024), terdakwa tidak terbukti secara sah dan memuaskan melakukan pembunuhan atau penganiayaan yang menyebabkan kematian korban.
Lebih lanjut, terdakwa juga terlihat masih berusaha menolong korban di saat-saat genting.
Hal ini dibuktikan dengan upaya terdakwa membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan.
“Terdakwa tidak terbukti secara sah menurut hukum yang memuaskan sesuai dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau dakwaan kedua pasal 351 ayat (3) KUHP atau dakwaan ketiga pasal 359 KUHP. Kode dan 351 ayat (1)). ) KUHP”, kata hakim.
Hakim Pengadilan juga meminta kepada Jaksa untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan yang diajukan oleh Jaksa dan membebaskan terdakwa dari penjara.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Dewi Agustina) (Kompas.com/Rahel Narda Chaterine)
Baca berita lainnya tentang anak anggota parlemen yang membunuh temannya.