Laporan Fahmi Ramadan dari Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan dukungannya terhadap rencana libur massal yang akan diperingati ribuan hakim pada tanggal 7 hingga 10. hingga Oktober 2024.
FYI, program cuti besar-besaran ini diciptakan untuk menuntut kenaikan tunjangan dan gaji hakim yang tidak kunjung meningkat selama 12 tahun.
Prinsipnya kami mendukung tindakan rekan-rekan hakim yang akan cuti bersama, kata Humas PN Jakarta Pusat Zulkifli Atjo saat dikonfirmasi, Kamis (3/10/2024).
Namun terkait hakim internal PN Jakarta Pusat, Atjo belum bisa memastikan apakah mereka akan mengikuti cuti bersama di kemudian hari.
Alasannya, kata dia, pihaknya masih menunggu instruksi dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Rudi Suparmono, terlepas terlibat langsung atau tidak.
Sebab, di sisi lain, banyak agenda persidangan yang mendesak karena masa penahanannya akan segera berakhir. Kemudian persidangan khusus dalam perkara perdata memiliki batas waktu yang ditentukan undang-undang, jelasnya.
Meski demikian, ia memastikan mendukung penuh upaya hakim dalam meningkatkan kesejahteraan hakim.
Namun sekali lagi, hakim Jakarta Pusat mendukung perjuangan rekan-rekan hakimnya, tutupnya.
Sebelumnya, penyusunan rencana aksi libur massal hakim pada 7-10 Oktober 2024 terus dilakukan.
Saat ini, 1.326 hakim sedang cuti massal untuk menuntut kesejahteraan yang lebih baik.
“Jumlah peserta terus bertambah hingga tanggal 27 September 2024 pukul 22.00 WIB dengan jumlah juri yang mengikuti gerakan tersebut sebanyak 1.326 orang. Lebih dari 70 orang di antara mereka menyatakan akan berpartisipasi langsung di Jakarta dengan biaya sendiri dalam bentuk protes. terhadap pemerintahan hakim, yang dianggap lamban dalam menanggapi tuntutan para hakim,” kata Indonesia. Fauzan Arrasid, Juru Bicara Gerakan Solidaritas Yudisial, dalam keterangannya diperoleh Tribunnews.com, Sabtu (28 September 2024). ).
Menurut Fauzan, pengadilan memiliki tiga skema pemberian cuti kepada hakim.
Hakim awalnya mengambil cuti dan kemudian berangkat ke Jakarta untuk bergabung dengan jajaran hakim untuk menunjukkan solidaritas.
Adapun para hakim mengambil cuti dan tinggal di rumah untuk memberikan dukungan kepada rekan-rekannya di Jakarta yang mengalami kesulitan.
Ketiga, hakim yang cuti tahunannya telah habis disarankan untuk mengosongkan tanggal pengangkatannya pada tanggal 7 sampai dengan tanggal 11. hingga Oktober 2024.
“Namun kita harus memastikan bahwa hak-hak pencari keadilan tidak dilanggar,” kata Fauzan.
Fauzan mengatakan ada empat isu kritis dalam perjuangan gerakan solidaritas hakim Indonesia.
Pertama, mengenai pelaksanaan putusan MA Nomor 23 P/HUM/2018 tentang PP 94 Tahun 2012.
Langkah ini tidak dihiraukan oleh pemerintah, padahal berdampak serius terhadap kesejahteraan hakim.
Selain itu, pengesahan RUU tentang kedudukan hakim yang dianggap sebagai hukum jaminan.
Independensi dan martabat hakim sebagai landasan dasar keadilan.
Aturan perlindungan, jaminan keselamatan hakim. Hakim yang melaksanakan tugas publik berhak memperoleh perlindungan dan keamanan hukum agar dapat melaksanakan tugasnya tanpa rasa takut atau intimidasi.
“Pada akhirnya, pengesahan RUU Penghinaan ini merupakan upaya untuk menjaga wibawa hakim dan menjamin proses peradilan terlindungi dari segala bentuk campur tangan dan penghinaan,” kata Fauzan.