Laporan jurnalis Tribunnews Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Suara hakim meninggi saat Kepala Operasional PT Refined Bangka Tin (RBT) dan Susanto diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi perdagangan produk timah yang melibatkan suami Sandra Dewi, Harvey Moes.
Agus Susanto dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (5/9/2024).
Suara hakim meninggi karena Agus Susanto kerap menutupi kebenaran dengan menjawab “Saya tidak tahu” saat menjawab pertanyaan.
Hakim marah ketika Agus Harvey mengaku tidak mengetahui posisi Moeis di PT RBT.
Padahal, saksi Agus dianggap sebagai orang yang memegang jabatan tinggi di perusahaan tersebut.
Suara hakim kembali meninggi saat Agus PT mengaku belum mengetahui 15 perusahaan likuidasi yang terkait dengan RBT.
“Ada 15 perusahaan yang terhubung dengan PT RBT. Apakah hanya menambang atau mengumpulkan uang dari masyarakat?” – dia bertanya kepada hakim selama persidangan.
“Saya tidak tahu. Saya jelaskan, tugas dan tanggung jawab saya adalah proses pasir,” jawab Agus.
“Kamu tidak tahu? Apa bagianmu?” tanya hakim lagi.
Dan katanya, dia bertanggung jawab atas proses pelaporan dan pembersihan pasir timah.
“Apakah kamu pernah melihat ladang ranjau?” tanya hakim.
“Tidak,” kata Agus.
“Apakah kamu hanya di dalam kamar, di kantor?” tanya hakim.
“Tentu saja tempat kerja saya bisa di sana,” kata Agus.
Sadar tidak mendapat keterangan lebih lanjut dari saksi Agus, hakim menduga Manajer Pabrik di PT RBT itu menutupi sesuatu.
“Yang tanya tidak tahu, yang tanya tidak tahu. Banyak yang tidak tahu, ada yang ditutup-tutupi. Ada 15 perusahaan, tidak ada satupun yang tahu,” kata hakim. Peran Utama Harvey Moesin dalam Kasus Korupsi Rp 300 Triliun
Peran Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp300 triliun menjadi inti kasus tersebut.
Pertama, sebagai perwakilan PT Refined Bangka Tin (RBT), Harvey Moeis dikabarkan bertemu dengan petinggi PT Timah BUMN, yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku CEO dan Alvin Albar selaku direktur operasional.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk membahas rencana PT Timah agar beberapa smelter swasta memberikan lima persen kuota ekspor timah di wilayah izin industri pertambangan (IUP) PT Timah.
Kedua, Harvey Moeis dikatakan telah mengkoordinasikan biaya perlindungan tambang ilegal antara US$500 dan US$750 per ton.
Harvey Moeis mengumpulkan uang dari lima smelter swasta, yakni CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.
Investasi tunai dari lima perusahaan dicatat sebagai dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Ketiga, Harvey Moeis diduga menginisiasi kerja sama PT Timah dengan smelter swasta untuk menyewakan peralatan pengolahan pengolahan logam timah.
Faktanya, lima perusahaan belum memiliki Authorized Person (CP) sesuai aturan terkait.
Keempat, Harvey Moeis diduga melakukan negosiasi dengan PT Timah untuk menyetujui harga sewa smelter tersebut tanpa studi kelayakan terlebih dahulu atau studi kelayakan yang memadai.
Kelima, Harvey Moeis bersama perwakilan perusahaan swasta sepakat dengan PT Timah untuk menerbitkan surat perintah kerja (WOR) untuk melegalkan pembelian bijih timah oleh smelter swasta hasil penambangan liar di wilayah izin pertambangan PT Timah (IUP). Di IUP Timah Tbk PT.
Keenam, Harvey Moeis dan perusahaan swasta PT Timah diduga membeli bijih timah dari penambang timah ilegal di wilayah IUP.
Pembelian bijih timah tersebut dilakukan dalam rangka kerja sama penyewaan alat pengolahan untuk pengolahan logam timah.
Sebab kerja sama ini tidak masuk dalam rencana kerja dan anggaran (RKAB) PT Timah atau perusahaan likuidasi swasta.
Ketujuh, dari diskusi sebelumnya dengan petinggi PT Timah, akhirnya tercapai kesepakatan mengenai harga sewa alat pengolahan timah.
Namun kesepakatan harga tersebut dilakukan tanpa investigasi yang matang.
Faktanya, studi kelayakan ini ditarik, artinya sejarah dimundurkan.
Kedelapan, Harvey Moeis diduga menyimpan dana jaminan yang dikumpulkan dari perusahaan swasta melalui perusahaan penukaran mata uang milik Helena Lim, PT Quantum Skyline Exchange.
Atas perbuatannya, Harvey Mois dijerat Pasal 55 Ayat 1 KUHP, Pasal 18, Pasal 2 Ayat 1, dan Pasal 3 UU Tipikor.
Selain itu, ia juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (PUB) karena menyembunyikan dana korupsi berdasarkan Pasal 3 dan 4 UU No. Tindak pidana pencucian uang juncto ayat 1 s/d -1 Pasal 55 KUHP.