Hakim Fahzal Bentak Saksi Kasus Korupsi Tol MBZ Karena Dinilai Tak Jujur: Tak Usah Mencla-mencle

Laporan jurnalis Tribunnews.com Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hakim Fahzal Hendri meneriaki CEO PT Krisna Kusuma Diandra Marga (KKDM), Aris Mujiono saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam lanjutan persidangan di jalan Jakarta-Cikampek II di layang MBZ. kasus korupsi jalan tol di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (16 Mei 2024).

Pasalnya, saat itu Hakim Fahzal menilai Aris tidak jujur ​​dalam memberikan kesaksian terkait pembelian kendaraan Pajero Sport yang dimintanya sebagai kendaraan operasional selama mengerjakan proyek tol MBZ.

“Apakah Pak Dono menghubungi atau memberi tahu Anda tentang mobil Pajero?” tanya jaksa.

Mendapat pertanyaan tersebut, Aris mengatakan, permintaan kendaraan tersebut karena keperluannya untuk melakukan pekerjaan sambil mengelola proyek tol MBZ.

“Kalau begitu aku mengharapkannya, Tuan. Dono, lalu Pak. Dono memberikan solusi pembelian melalui Japek Elevated dan digunakan pada kendaraan operasional, kata Aris.

Kemudian Aris pun mengaku mobil itu diberikan atas namanya.

“Makna pribadi?” tanya jaksa.

“Iya, atas namaku,” jawab Aris.

“Apakah pengepakan merupakan operasi?” tanya jaksa lagi.

Sebenarnya untuk kendaraan operasional, kata Aris.

Setelah itu, Aris mengatakan mobil tersebut dijual setelah proyek pembangunan jalan tol MBZ selesai.

Ia kemudian mengaku menjual mobil tersebut seharga Rp 450 juta kepada seseorang bernama Purwanto.

Jaksa kembali mendalami soal ke mana Aris menggunakan uang hasil penjualan mobil Pajero Sport.

“Di mana uangnya?” kata jaksa.

“Aku memegangnya,” jawabnya.

Mendapat jawaban itu, jaksa tampak marah. Hal itu terungkap saat jaksa penuntut dari Kejaksaan angkat suara saat Aris disodori pertanyaan lain.

“Pak pakai! Yang sebenarnya cuma simpan uang, sebaiknya pakai pak. Pakainya untuk siapa, Waskita atau diri anda sendiri?” tegas jaksa.

“Saya belum pernah pakai, masih ada. Belum dipakai,” kata Aris.

Singkat kata, Aris menyebut pada 2023 nanti uang hasil penjualan mobil tersebut akan diserahkannya kepada penyidik ​​Kejaksaan.

Penyerahan uang itu karena saat itu penyidik ​​meminta Aris segera melakukannya.

“Mengapa diserahkan?” tanya jaksa.

“Sebenarnya tidak,” kata Aris.

Saat jaksa menghujani Aris dengan pertanyaan tersebut, Hakim Fahzal tiba-tiba menyela.

Fahzal yang penasaran bertanya kepada Aris tentang permintaan pembelian mobil operasional.

“Apakah ini perusahaan indukmu? Pernahkah kamu melamar mobil? Belum pernah?” tanya Hakim Fahzal.

“Tidak,” jawab Aris.

Tak puas dengan jawaban Aris, Fahzal naik pitam dan meminta saksi menjawab langsung.

“Coba jujur, jujur ​​saja,” kata Fahzal dengan suara meninggi.

“Iya Yang Mulia, saya tidak mempunyai kendaraan operasional,” ujarnya.

“Terus sebagai general manager tidak ada (kendaraan operasional),” tanya Hakim lagi.

“Oh, setelah saya jadi presiden direktur,” kata Aris.

“Kamu tidak harus memberikan segala macam informasi, bukan?” tegas Fahzal.

“Tidak, jadi direktur eksekutif itu beda, karena itu yang ditanyakan dalam kasus ini (dugaan korupsi MBZ Toll),” jawab Aris jawaban hakim.

Hakim Fahzal yang masih ragu dengan jawaban Aris menduga memang saksi meminta sebagian pengerjaan proyek jalan tol tersebut.

“Atau apakah kamu ingin berpartisipasi dalam proyek ini?” tanya Fahzal.

“Tidak, Yang Mulia,” tegas Aris.

“Lalu kenapa kamu meminta lebih? Dengan namamu sendiri?” oleh Hakim Fahzal.

“Oh maaf, begini Yang Mulia…” ucap Aris yang langsung disela oleh hakim yang saat itu sedang marah besar.

“Tidak usah dikritik, jujur ​​saja Pak, singkat saja jujurnya. Saya akan menahan dia kalau begitu,” kata Hakim Fahzal.

Sekadar informasi, dalam perkara ini Jaksa Penuntut Umum mendakwa para terdakwa melakukan perbuatan persekongkolan terkait kemenangan KSO Waskita Acset dalam lelang jasa pembangunan jalan tol.

Jakarta–Cikampek II didirikan dengan STA.9+500–STA.47+000.

Kemudian terdakwa Đoko Dwijono yang saat itu menjabat Dirut PT Jaša Marga merujuk pemenang lelang pengerjaan steel girder ke perusahaan PT Bukaka Teknik Utama.

Memasukkan kriteria pembangunan jembatan gelagar komposit Bukaka dalam dokumen spesifikasi khusus, Djoko Dwijono kemudian menetapkan dokumen tersebut sebagai dokumen lelang pembangunan tol layang Jakarta-Cikampek II STA.9+500-STA.47 +000,” ungkap Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaan.

Akibat perbuatan terdakwa, JPU menemukan kerugian negara hingga Rp.

Selain itu, KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel diyakini mendapat keuntungan dari perbuatan para terdakwa.

“Ditemukan KSO Waskita Acset senilai Rp367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel senilai Rp142.749.742.696,00,” kata jaksa.

Mereka kemudian dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) tambahan Pasal 3 f. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *