TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dalam persidangan kasus gratifikasi dan pencucian uang (TPPU) Hakim Agung nonaktif Ghasalba Saleh, terungkap telah terjadi pembelian kaca senilai Rp 13 juta.
Gelas tersebut dibeli sebanyak empat kali untuk dikirim ke rumah pacarnya di kawasan Sedayu, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
“Berapa pesanannya?” Gazalba Saleh didakwa TPPU, tanya Ketua Hakim Fazal Hendri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (8/8/2024).
Totalnya sekitar Rp 13 juta, beberapa kali transaksi, empat kali, jawab saksi Melvin Indriani, pemilik Toko Kaca Ultima Glass.
“Ke rumah siapa?” Hakim Fazal bertanya lagi.
“Rumah di Kota Sedayu,” jawab Melvin.
Kaca tersebut dibeli Gazalba Saleh selama Mei-Juli 2022.
Saat itu, Ghazalba memesan berbagai jenis kaca untuk dikirim ke kota Ruma Sedayu. Cermin disertakan untuk hiasan dinding.
“Kacamata apa?” kata Hakim Fazal.
“Cerminnya untuk hiasan dinding. Kalau yang lain aku belum tahu,” kata Melvin.
Sayangnya, belum diketahui apakah Melvin Glass benar-benar terpasang di rumah Kota Sedayu tersebut.
Sebab, dia tidak ikut serta dalam pendistribusian sebagai pemilik toko.
Namun yang pasti, kacamata seharga Rp 13 juta itu dipesan Gazalba Saleh dan diminta dikirim ke Kota Sedayu.
“Apakah itu dipasang di rumahnya?” Hakim Fazal bertanya.
“Aku akan memberikannya, aku tidak akan memasangnya,” jawab Melvin.
“Tapi cerita sebenarnya Pak Ghasalba yang memesan. Tapi bukan yang memesan, tapi ke rumahnya di Sedayu?” Fazal bertanya lagi.
“Iya, untuk Pak Gazalba di Kota Sedayu,” jawab Melvin.
Rumah Sedayu City yang dimaksud masuk dalam dakwaan pengaduan.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebut Ghazalba telah melunasi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) milik temannya, Fifi Mulyani, di Sedayu, Kelapa Guarding Cluster Europe Abbey Road 3.
Jumlah pembayaran KPR yang dibayarkan mencapai Rp 3,891 miliar.
“Untuk menutupi transaksi tersebut, terdakwa Fifi Mulyani melakukan pembelian tersebut,” kata jaksa dalam dakwaannya.
“Kemudian pada tanggal 25 Februari 2019, Fify Mulyani membayar booking fee sebesar Rp20.000.000 dan uang muka sebesar Rp390.000.000 dalam enam kali angsuran,” tegas jaksa. Plt Hakim Agung Gazalba Saleh menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (8/7/2024) untuk memeriksa saksi-saksi dalam kasus gratifikasi dan pencucian uang. Ghazalba selalu memakai masker dan topi saat ke pengadilan. (Tribunnews.com/Ashri Fadilla)
Sekadar informasi, perkara yang melibatkan Gazalba Saleh sebagai tergugat adalah terkait penerimaan gratifikasi sebesar S$18.000 dari penggugat, Jawahirul Fuad.
Jawahirul Fuad sendiri diketahui pernah menggunakan jasa bantuan hukum Ahmed Riyad sebagai pengacara.
Selain itu, Gazalba Saleh juga didakwa menerima SGD 1.128.000, USD 181.100, dan Rp 9.429.600.000.
Total nilai penerimaan gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh berjumlah Rp25.914.133.305 (lebih dari dua puluh lima miliar).
Penerimaan uang itu terkait dengan sidang perkara di Mahkamah Agung.
Sesuai dakwaan pertama, sebagai Ketua Mahkamah Agung RI periode 2020 hingga 2022, terdakwa menerima uang gratifikasi sebesar S$18.000,00 dan penghasilan lain-lain sebesar US$1,128,000, S$181,000, dan 100. Dolar Rp 9.429.600.000,00,” kata jaksa KPK dalam dakwaannya.
Akibat perbuatannya, ia dijerat Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia juga dijerat dengan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) karena hakim MA mencurigainya menyamarkan uang hasil tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Dalam dakwaan TPPU, Gazalba Saleh dijerat Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP dan Pasal 65 Ayat 1 KUHP.