TRIBUNNEWS.COM – Militer Israel telah mengonfirmasi bahwa serangan drone Hizbullah terhadap pangkalan militer di Israel utara menewaskan empat tentara dan melukai tujuh lainnya.
Serangan yang terjadi pada Minggu (13/10/2024) itu terjadi di dekat kota Benjamin, selatan Haifa.
Menurut Channel 12 Israel, tidak ada sirene peringatan yang terdengar sebelum serangan itu.
Hizbullah mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
Kelompok bersenjata Lebanon telah menargetkan kamp militer Israel dengan “sekawanan” drone dalam beberapa tahun terakhir.
Dalam sebuah pernyataan, kelompok yang bersekutu dengan Iran mengatakan pihaknya meluncurkan “sekawanan drone” ke kamp Brigade Golani.
Brigade Golni adalah salah satu dari lima brigade infanteri tentara reguler Israel dan dianggap sebagai unit elit.
Dalam pernyataan terpisah, Hizbullah mengatakan pihaknya juga menargetkan pangkalan logistik Znabar Israel di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel dengan sebuah rudal.
Serangan drone Hizbullah terjadi di hari yang sama ketika Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan mengirimkan sistem pertahanan udara baru ke Israel untuk meningkatkan pertahanannya terhadap serangan rudal.
Menurut analis politik Israel Gideon Levy, serangan Hizbullah terhadap Benyamin menunjukkan bahwa serangan terhadap Lebanon mempunyai akibat yang tinggi bagi Israel.
“Tidak ada yang kurang dari yang diharapkan,” katanya.
“Kita berada di awal perang di Lebanon, bukan akhir. Dan setiap orang yang sangat antusias dengan perang ini harus tahu bahwa perang ini akan mempunyai konsekuensi yang sangat besar,” katanya kepada Al Jazeera.
Melaporkan dari Amman, Yordania, Al Jazeera Nour Odeh mengatakan meskipun sistem pertahanan udara Israel sangat canggih dan berlapis, drone sulit dideteksi.
Biasanya, sirene berbunyi ketika ada sesuatu yang terjadi di suatu tempat, sehingga warga sipil dan warga di daerah tersebut diminta mencari perlindungan.
“Itulah mengapa tahun lalu hanya ada sedikit korban luka akibat serangan itu,” katanya.
“Namun, drone lebih sulit dideteksi, dan karena mereka terbang pada ketinggian rendah, mereka jauh lebih sulit untuk dibedakan. Jika drone dicegat secara efektif, maka akan membahayakan banyak orang,” kata Oud. Konflik antara Israel dan Hizbullah
Serangan hari Minggu terjadi ketika Israel meningkatkan serangannya terhadap Hizbullah di Lebanon.
Konflik antara Israel dan Hizbullah muncul setelah kelompok Lebanon mulai menembakkan roket ke Israel utara, sehari setelah Israel memulai serangannya ke Gaza.
Kelompok bersenjata tersebut mengklaim seluruh tindakannya merupakan bentuk solidaritas terhadap Palestina.
Israel telah meningkatkan pertempuran secara tajam dalam beberapa pekan terakhir, melakukan serangan udara di Lebanon dan mengirimkan pasukan darat ke selatan negara itu.
Sementara itu, Hizbullah mengatakan pihaknya akan terus menyerang Israel sebagai solidaritas terhadap rakyat Palestina di Jalur Gaza dan mendukung “perlawanan mereka yang teguh dan jujur” serta “membela Lebanon dan rakyatnya”. Bom uranium terlarang diduga digunakan Israel untuk menyerang Lebanon
Persatuan Ahli Kimia di Lebanon (Syndicate of Chemists in Lebanon/SCL) mengklaim bahwa Israel menggunakan bom terlarang yang berbahaya dalam serangannya di Lebanon.
Dalam keterangannya, SCL menjelaskan bahwa pasukan militer Israel menggunakan bom yang dilarang secara internasional, yaitu dengan depleted uranium, juga uranium kadar rendah.
Jika terhirup, bom uranium yang dilarang dapat menyebabkan berbagai penyakit, CNN melaporkan.
S. K. L. mengetahui hal ini setelah memeriksa tingkat kehancuran dan kedalaman kerusakan pada bangunan dan tanah yang diserang Israel.
“Luasnya kerusakan dan penetrasi bangunan dan tanah hingga sepuluh meter menjadi bukti penggunaan bom dengan depleted uranium yang memiliki daya tembus luar biasa,” demikian pernyataan SCL yang dikutip Middle East Monitor.
SCL mengatakan penggunaan bom semacam itu dapat menyebabkan “kehancuran besar-besaran” dan menyebabkan “banyak penyakit” jika debunya terhirup oleh manusia.
Serikat pekerja juga meminta komunitas internasional untuk menghentikan agresi Israel di Lebanon dan meminta negara Zionis tersebut untuk berhenti menggunakan bom yang dilarang secara internasional.
Mereka juga meminta agar pemerintah Lebanon mengajukan pengaduan kepada Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang “insiden yang terjadi di Lebanon dan percobaan pembunuhan massal terhadap warga sipil tak berdosa.”
Selain itu, SCL juga mengimbau warga Lebanon untuk tidak datang dalam radius lebih dari dua kilometer ke lokasi pengeboman. Mereka yang terpaksa memasuki kawasan tersebut setidaknya harus mengenakan pakaian pelindung.
“(Kami) memantau dengan cermat penggunaan senjata yang dilarang secara internasional oleh musuh,” kata SCL dalam sebuah pernyataan.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)