Gencar Serangan Rusia, NATO Kirim Serdadu ke Ukraina?

Langit seakan runtuh ketika Kanselir Jerman Olaf Scholz menyetujui usulan Presiden Macron, yang dalam kunjungannya ke Jerman pekan ini meminta NATO mengizinkan Ukraina menggunakan senjata Barat untuk menargetkan sasaran militer di tanah Rusia. Hukum internasional bukanlah halangan, jawab Scholz singkat.

Kanselir sejauh ini menolak mengirim senjata ke Ukraina yang bisa mencapai wilayah Rusia. Namun sikapnya perlahan berubah seiring dengan semakin kuatnya suara dukungan di kalangan Sekutu.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg dan pemerintah Inggris, Polandia, dan negara-negara Baltik juga baru-baru ini menyatakan dukungan mereka terhadap gagasan Macron. Amerika Serikat mengambil posisi Jerman dengan alasan serupa, yaitu untuk mencegah eskalasi perang di kawasan yang lebih luas. Mereka menargetkan Rusia dengan senjata Barat

Saat ini, Presiden Volodomyr Zelenskyy secara teratur melakukan perjalanan ke ibu kota Eropa untuk melobi negara-negara UE agar melanggar tabu ini. Ukraina saat ini berada dalam posisi lemah, antara lain karena terhambatnya pengiriman senjata oleh Amerika Serikat.

Namun Rusia berhasil memperluas wilayah pendudukannya dan secara agresif menyerang kota Kharkiv yang dekat dengan perbatasan. Sejauh ini, tentara Ukraina hanya mampu mengusir posisi Rusia di negara tersebut. Moskow memanfaatkan keterbatasan ini dengan meluncurkan rudal jarak jauh dari wilayahnya sehingga Ukraina tidak bisa menjangkaunya.

Jahara Matisek, seorang letnan kolonel Angkatan Udara AS dan profesor di US Naval War College, percaya bahwa Ukraina tidak akan mampu mempertahankan Kharkiv tanpa mampu menyerang posisi Rusia di dekat perbatasan. “Membiarkan Moskow memiliki tempat berlindung yang aman di wilayahnya adalah strategi militer yang buruk,” kata Matisek kepada DW.

Salah satu skenario yang diajukan pakar kebijakan luar negeri Prancis Nicolas Tenzer adalah mengirimkan pelatih militer ke Ukraina. “Prancis mungkin bersedia melakukannya sesegera mungkin,” katanya sambil menunjuk kota Lviv atau Kiev sebagai tempat alokasi tersebut.

Jika Prancis mengirimkan instruktur militer ke Ukraina, Polandia dan negara-negara Baltik siap mengambil langkah serupa. Pada bulan Februari tahun lalu, Macron memicu kontroversi ketika ia menjadi pemimpin negara Barat pertama yang mendukung penempatan pasukan NATO di Ukraina. Permintaan ini sebelumnya dianggap sebagai salah satu garis merah dalam perang agresi Rusia, baik bagi Moskow maupun Barat.

Pada awal Mei, Macron membenarkan niatnya untuk mengerahkan pasukan. Jika Rusia terus meningkatkan serangan dan Ukraina meminta bantuan, pengiriman pasukan harus dipertimbangkan, katanya. Sejauh ini, Zelenski belum menyampaikan permintaan tersebut. Pelatihan untuk mengatasi kekurangan pasukan

“Seiring dengan Kemajuan Rusia, NATO Mempertimbangkan Mengirim Instruktur Militer ke Ukraina,” The New York Times melaporkan pada pertengahan Mei. Bantuan pelatihan NATO memungkinkan pemerintah di Kiev untuk lebih cepat memobilisasi unit-unit baru untuk mengisi kesenjangan di garis depan, kata NY. Waktu.

Pengiriman pasukan NATO ke Ukraina memiliki syarat wajib, yakni tidak boleh ada operasi tempur langsung dengan Rusia.

Jahara Matisek menilai pengiriman pelatih itu mudah. “Kami mungkin mengirim beberapa ribu tentara ke Lviv sebagai bagian dari misi pelatihan,” kata seorang pakar militer yang sudah memiliki misi pelatihan serupa dan dapat mengalihkan penempatannya ke Ukraina, tambahnya.

Menurut Matisek, negara-negara Barat dapat mengerahkan pasukan di sepanjang perbatasan Ukraina dan di tepi sungai terbesar Ukraina, Dnieper. “Saya pikir mobilisasi ini akan mengirimkan sinyal yang sangat jelas kepada Presiden Vladimir Putin di Rusia bahwa Barat tidak akan lagi mengizinkan aneksasi wilayah Ukraina,” katanya.

“Jika Eropa melakukan ini, maka 20 brigade Ukraina akan bebas mendekati garis depan.” Zona larangan terbang terbatas

“Pengiriman pasukan NATO ke Ukraina akan segera mengundang pertahanan udara yang lebih kuat untuk melindungi aset militer dari serangan Rusia,” kata Matisek.

Dalam laporan di Frankfurter Allgemeine Sonntagszeitung pada awal Mei, anggota parlemen Jerman terbuka untuk memberikan bantuan pertahanan udara ke Ukraina, baik untuk pemerintah maupun partai koalisi oposisi. Usulannya adalah melindungi wilayah udara di Ukraina bagian barat hingga 70 kilometer dari perbatasan negara NATO seperti Polandia.

Proposal ini secara efektif menciptakan zona larangan terbang terbatas di langit Ukraina. Kanselir Olaf Scholz menentang partisipasi NATO dan mengkritik gagasan tersebut. Sebaliknya, ia berjanji akan mengirim lebih banyak sistem pertahanan udara ke Ukraina, termasuk rudal Patriot dan sistem pertahanan udara IRIS-T.

Menurut banyak ahli, zona larangan terbang terbatas di Ukraina akan sangat sulit diterapkan. Sejauh ini, belum ada pemimpin NATO yang mendukung usulan tersebut. Selain itu, Rusia mengancam bahwa pasukan Barat di Ukraina akan menjadi sasaran serangan Rusia dan menggunakan dalih mengerahkan pasukan NATO untuk meningkatkan kesiapan nuklir.

Rzn/as

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *