Laporan reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengelola Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01, Endang Kumoro dikabarkan memiliki kehidupan berbeda setelah menerima uang dugaan kerusakan dalam jual beli emas di PT Antam Tbk.
Hal tersebut diungkapkan oleh Vice President (VP) Operasional Metalurgi dan Pengembangan Usaha (UBPP LM) PT Antam Tbk, Andik Julianto.
Saat itu, Andik dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam penyidikan selanjutnya jual beli emas Antam dengan terdakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (17/9/2024).
Ucapan Andik bermula saat hakim anggota sidang menanyakan hasil penyidikan di PT Antam kepada Endang pasca hilangnya 152 kilogram emas dari BELM Surabaya 01.
Dalam kasus ini, Endang diduga berkolusi dengan broker Eksi Angraini dengan menjual dan membeli emas yang diterimanya dengan harga di bawah standar PT Antam.
“Hasil apa yang kamu peroleh tentang Endang?” tanya hakim.
Andik kemudian menjawab, sedangkan Endang mengaku dirinyalah yang ditipu alias yang kehilangan emas tersebut.
“Tapi saya tanya, dan sebelumnya saya mendapat informasi hidupnya berubah. Misalnya dua minggu sekali dia pulang dari toko naik pesawat,” kata Andik.
Tak hanya itu, berdasarkan informasi yang sama, Andik mengatakan Endang juga mengetahui dirinya menunaikan ibadah umrah setelah diduga terlibat kasus tersebut.
Berbekal informasi tersebut, Andik kemudian kembali mengorek pengakuan anak buahnya.
Akhirnya dia mengaku dapat, hanya saja saat itu dia bilang hanya mendapat Rp 500 ribu, jelas Andik.
Andik menjelaskan, Endang mengambil uang dari Eksi Angraini yang diketahuinya sebagai kliennya.
Mendengar jawaban Andik, Hakim heran kenapa Eksi malah bisa memberikan uang kepada Endang, apalagi rencana bisnis PT Antam Cash and Carry.
“Exi itu pelanggan, bagaimana bisa? Berdasarkan keterangan saksi sebelumnya, bisnisnya tunai dan bisnis butiknya beli banyak dan bayar sesuai jumlah barang yang dibeli. Artinya tidak ada insentif. dan memberikan uangnya kepada petugas yang berwenang.
“Seperti yang sudah kami jelaskan tadi Pak. Jadi jual beli logam mulia seperti yang Pak Ahmad (Purwanto) katakan, kalau Exi beli 10 kilo mendapat 15 kilo Pak. Yang 5 kilo itu dianggap utang.” jawab Andik.
Selanjutnya hakim mencoba mendalami apakah emas seberat 5 kilogram yang sudah dianggap utang itu dikembalikan atau tidak oleh Ex.
Andik menjawab, berdasarkan informasi Purwanto, pada Juli 2018, Eksi mengembalikan emas tersebut.
Makanya ketika kita terima produknya sama (nilai emasnya). (Tapi) setelah terima produknya, pinjam lagi, jelasnya.
Kemudian hakim mencoba menanyakan perbandingan antara 10, 15, dan 152 kilogram emas dalam kasus ini.
Andik juga menjelaskan, jumlah emas tersebut diambil oleh ketiga pekerjanya.
Hanya saja Andik belum bisa memastikan apakah seluruh emas itu diambil Eksi Angraini atau tidak.
“Tadi katanya 10 sampai 15 (kg) emas, tapi kok jumlahnya 152 (kg), kerjanya dari mana?”
Jadi menurut Pak Ahmad pinjaman itu terus berlanjut dan tidak bisa dikembalikan. Lalu saya tanya kenapa tidak dilaporkan, jawaban Pak Ahmad mau diselesaikan sendiri, kata Andik.
“Akhirnya yang 152 bayar atau tidak?” tanya hakim lagi.
“Kalau keputusan pasar tahun 2018 rugi 152 kilo,” pungkas Andik.
Sementara itu, dalam dakwaan JPU, Endang menyebut banyak barang yang diterimanya dari kasus korupsi tersebut.
Uang yang diterima Endang antara lain berupa emas seberat 50 gram, mobil Toyota Innova 2018 warna hitam, uang tunai Rp 20 juta, dan biaya umrah Rp 40 juta. Dituduh merugikan negara Rp 1,1 triliun dalam kasus korupsi emas Antam yang melibatkan Crazy Rich Surabaya, Budi Said sebagai tersangka akan segera dibawa ke pengadilan. Sebab, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Berat (Jampidsus) pada Kementerian Keuangan sudah menangani tersangka dan barang bukti alias Panglima II. (Kejaksaan Negeri Jakarta Timur)
Terkait hal itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung dikabarkan telah mendakwa Crazy Rich Surabaya, Budi Said, atas tuduhan korupsi pembelian emas lebih dari 7 ton PT Antam.
Jaksa penuntut umum membacakan dokumen tersebut pada sidang pertama Budi Said di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Budi Said melakukan pembelian emas dalam jumlah besar di Butik Emas Logam Mulia (BELM) Surabaya 01 PT Antam pada Maret 2018 hingga Juni 2022.
Menurut pengacara, pembelian emas tersebut dilakukan Budi Said bekerja sama dengan Eksi Anggraeni selaku broker dan beberapa karyawan PT Antam yakni Manajer BELM Surabaya 01 Antam bernama Endang Kumoro, General Trading dan Manajer Perusahaan bernama Ahmad Purwanto. dan staf manajemen BELM Surabaya 01 Antam bernama Misdianto.
Dari persekongkolan tersebut Anda setuju untuk membeli di bawah harga resmi dan tidak sesuai aturan Antam.
Pengadilan menyatakan BUDI bersama EKSI ANGGRAENI, ENDANG KUMORO, AHMAD PURWANTO dan MISDIANTO telah melakukan transaksi jual beli emas Antam di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 dengan harga resmi emas Antam, tidak sesuai dengan tata cara penetapan harga emas dan PT. Tata Cara Penjualan Emas Antam Tbk,” kata Jaksa Agung saat membacakan dakwaan terhadap Budi Said.
Total, Budi Said melakukan dua kali pembelian emas.
Beli dulu emas 100 kilo BELM Surabaya 01.
Namun saat itu BELM Surabaya belum memiliki produk tersebut sehingga meminta bantuan produk kepada Unit Usaha Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulo Gadung PT Antam.
Harga yang dibayar Budi Said untuk 100 kilo emas adalah Rp 25.251.979.000 (lebih dari dua puluh lima miliar). Padahal, seharusnya harga tersebut berlaku untuk 41.865 kilogram emas.
Oleh karena itu, terdakwa BUDI SAID mengambil tambahan emas Antam seberat 58,135 kilogram yang tidak dibayar oleh terdakwa, kata pengacara. Pedagang memajang emas batangan Aneka Tambang (Antam) di Galeri 24 Pegadaian, Jakarta, Rabu (18/4/2024). Harga PT Aneka Tambang (Antam) Tbk. mengalami kenaikan Rp 14.000 per gram menjadi Rp 1.335.000 per gram dari harga sebelumnya Rp 1.321.000 per gram. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Sejak pembelian kedua, Budi Said membeli emas sebanyak 7.071 ton dari BELM Surabaya 01 Antam.
Saat itu, ia membayar Rp3.593.672.055.000 (lebih dari tiga triliun) untuk 7.071 kilogram atau lebih dari 7 ton emas Antam. Namun bobotnya hanya 5.935 kilogram.
Kekurangan emas yang didapatnya yakni 1.136 kilo atau 1,13 ton, kemudian Budi Said keberatan.
Pengacara Budi Said secara individu mengatakan kekurangan pasokan emas PT Antam dengan menghitung total pembayaran emas terdakwa Budi Said senilai Rp 3.593.672.055.000 seberat 7.071 kilo namun yang diterima terdakwa Budi Said hanya seberat 5.935 kilo. kekurangan pemberian emas kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilo,” kata kuasa hukum.
Tentu saja, ketika membeli emas Antam lebih dari 7 ton, ada perbedaan persepsi harga antara Budi Said dan Antam.
Saat itu, Budi Said mengaku sepakat dengan BELM Surabaya dengan harga Rp 505.000 (lebih dari 500 juta) per kilo emas. Harga tersebut lebih rendah dari standar Antam.
Bahwa menurut data resmi PT Antam Tbk, dalam harga harian emas PT Antam sepanjang tahun 2018, tidak ada harga emas Rp505.000.000 per kg yang diakui terdakwa sebagai harga negosiasi, kata jaksa.
Berdasarkan perhitungan harga standar Antam, RP.
Jadi tidak ada kekurangan emas yang diberikan PT Antam kepada terdakwa Budi Said sebanyak 1.136 kilo, ujarnya.
Akibat perbuatannya, negara melalui PT Antam disebut-sebut merugi hingga Rp 1,1 triliun.
Sejak pembelian pertama, aksi Budi Said dengan broker dan BELM Surabaya disebut telah menimbulkan kerugian sebesar Rp92.257.257.820 (lebih dari sembilan puluh dua miliar).
Kerugian ekonomi negara adalah kekurangan fisik emas Antam di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilo atau Rp 92.257.257.820 atau kurang dari jumlah tersebut, kata Jaksa Agung.
Kemudian, dari pembelian kedua, pemerintah disebut mengalami kerugian hingga Rp1.073.786.839.584 (satu triliun lebih).
– Kerugian keuangan negara sebanyak 1.136 kilo emas atau setara Rp1.073.786.839.584, kata jaksa.
Oleh karena itu, dalam kasus ini, Budi Said disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor sesuai Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP sesuai dengan Pasal 64 ayat. 1 KUHP.