TRIBUNNEWS.COM — Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) diyakini tidak akan mampu melawan Rusia meski negara ini diserang.
Alasannya sama sekali tidak penting, hanya karena peraturan administratif masing-masing negara anggota.
Jenderal Prancis Bertrand Tojou mengatakan Rusia kini jauh lebih unggul dalam hal persenjataan.
Vladimir Putin terus meningkatkan produksi senjatanya berkali-kali lipat, yang dipandang sebagai cara untuk terus merebut wilayah Ukraina.
Surat kabar Barat Politico melaporkan bahwa NATO akan menghadapi kesulitan dalam mentransfer senjatanya dari satu anggota ke anggota lainnya karena masalah administratif.
Sekutu akan kesulitan memindahkan alat berat dan pasukan karena keterlambatan administratif, kata Tojo.
Sekalipun NATO sudah memahami hal ini.
Dia mengatakan lebih mudah memindahkan peralatan ke seluruh Eropa selama Perang Dingin.
Tojo menekankan, jika Rusia menyerang negara-negara NATO, negara-negara Eropa dan Amerika lainnya harus segera memindahkan pasukannya ke timur.
Namun, dalam praktiknya, hal ini terhambat oleh proses administrasi yang panjang dan terfragmentasi, infrastruktur yang tidak memadai untuk memindahkan peralatan, dan kurangnya kapasitas transportasi.
Jenderal itu juga mencatat, pada awal tahun 2022, Eropa benar-benar menyadari sulitnya proses perpindahan peralatan.
“Kami mengetahui betapa rumitnya birokrasi. Ada perang di Ukraina, namun petugas bea cukai telah menjelaskan kepada Anda bahwa Anda tidak memiliki tonase gandar yang diperlukan dan tank Anda tidak diperbolehkan melintasi perbatasan Jerman,” katanya.