GAPKI Minta Zero ODOL Diberlakukan Bertahap, Pemerintah Perlu Naikkan Kelas Jalan

Reporter Tribune.com Eko Sutriyanto melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Gabungan Industri Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) berharap penerapan zero ODOL (Over Dimension Overload) tidak menurunkan persaingan internasional.

Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sarjono mengatakan perlunya konsultasi mendalam dengan Kementerian Perhubungan untuk membahas berbagai permasalahan yang dihadapi pengusaha kelapa sawit dalam waktu dekat.

Ia menjelaskan, satu hektar lahan buah segar (TDS) menghasilkan 25 hingga 30 ton per tahun. Jika luas lahan sawit mencapai 1000 hektar, maka dalam setahun akan dihasilkan 25-30 ribu ton sawit.

“Kami sering menggunakan truk besar untuk mengangkut kelapa sawit dalam jumlah besar,” kata Mukti dalam keterangannya, Senin (8/5/2024).

Ia mengatakan, penggunaan truk besar untuk penanaman pohon yang dipadukan dengan pabrik tidak ada masalah karena truk tersebut hanya untuk keperluan pertanian. Namun permasalahannya adalah minyak sawit diproduksi oleh perusahaan kecil

“Perkebunan orang-orang ini tersebar luas dan dimana-mana, seperti di Sumatera dan Kalimantan. Nah, kebun ini tidak ada tanaman gabungannya. Maka dari itu, kalau mau ke pabrik harus lewat jalan kabupaten dan provinsi dan sebaliknya, katanya.

Menurut penjelasannya, jalan yang digunakan truk pengangkut sawit tersebut bukan kelas 1.

“Saran kami sama seperti sebelumnya, yakni pemerintah perlu memperkuat jalan dan melakukan perbaikan untuk menambah lebar jalan agar bisa dilewati truk-truk besar,” ujarnya.

Ia mencontohkan, enaknya berjalan di atas pohon palem di Malaysia. “Kami berharap di sini bisa,” ujarnya.

GAPKI mengusulkan agar ODOL zero diterapkan secara bertahap untuk meningkatkan kualitas jalan di pabrik dan sentra kelapa sawit.

Dia mengatakan, baik kualitas jalan, kualitas, jembatan, dan sebagainya, untuk menampung lalu lintas produksi kelapa sawit.

Pemerintah juga harus mempertimbangkan bahwa jika truk-truk besar yang membawa kelapa sawit digantikan oleh truk-truk kecil, otomatis armadanya akan bertambah.

Jumlah ini terus bertambah. Sebab, misalnya truk pada awalnya bisa mengangkut 20 ton, tapi kalau dibatasi 10 ton berarti angkutannya harus dua kali lipat. “Kalau angkutan umum ditambah berarti biaya beli mobil atau upgrade truk harus dinaikkan, sehingga biaya sopirnya naik,” ujarnya.

Artinya ada tambahan biaya produksi perusahaan. Oleh karena itu, usulan GAPKI adalah bagaimana mencapai zero ODOL dalam prosesnya

“Jangan sampai penerapan zero ODOL justru menghancurkan industri kelapa sawit. Dengan negara lain,” ujarnya.

Diakuinya, hingga saat ini GAPKI merasa belum melihat Roadmap Kementerian Perhubungan terkait penerapan Zero ODOL.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *