Fraksi PKS Menolak Revisi UU Penyiaran, Mardani: Kami Kaget Ketika Jurnalisme Investigatif Dilarang

Hal ini diberitakan oleh reporter Tribune.com Egman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DRP RI dari Kelompok PKS Mardani Ali Sera Broad mengaku kaget dengan ramai dibicarakannya amandemen Undang-Undang Penyiaran (BA) 2002. Lebih lanjut, salah satunya melarang penayangan jurnalisme investigatif

Menurutnya, DRP RIA harus memperkuat regulasi jurnalisme investigatif. Demikian pula, media mungkin memiliki kebebasan lebih besar untuk melakukan check and balance terhadap pemerintah

“Sebenarnya kami sedikit kaget ketika jurnalisme dilarang,” kata Mardani di kompleks parlemen. Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2024).

Oleh karena itu, Mardani menyebut PKS tidak setuju dengan RUU Penyiaran. Ia mengatakan, media harus diberi kebebasan sesuai amanat konstitusi.

“Kalau saya pribadi melihat permasalahan yang muncul, salah satunya jurnalisme investigatif, seharusnya media diberi kebebasan,” ujarnya.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, banyak pengunjuk rasa mulai dari serikat jurnalis, organisasi pekerja media hingga mahasiswa mulai mendatangi gedung DRP RI di Senayan, Jakarta pada Senin (27/5/2024).

Massa aksi menuntut DPR membatalkan pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran RIA.

Pantauan Tribun, massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Pers itu tiba sekitar pukul 09.40 WIB dengan membawa sejumlah spanduk dan plakat penolakan RUU Penyiaran.

Sementara itu, tuntutan tersebut juga tertuang dalam plakat dan spanduk yang dibawa para pengunjuk rasa.

Banyak di antara mereka yang meminta agar kebebasan pers dijamin undang-undang sebagai salah satu pilar demokrasi.

“Pers bukan papan reklame, biarkan bebas, berhenti mengkriminalisasi pers bebas rakyat bebas,” teriak massa yang berkumpul sambil memegang spanduk.

Sementara itu, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Pusat (IJTI) Herik Kurniawan meminta anggota DRP RI berhenti membahas perubahan ISIS dalam pidatonya.

“Pasal-pasal penghentian dan penghentian tidak ada gunanya jika tidak diperdebatkan dalam RUU dan disahkan menjadi undang-undang,” kata Herrick dalam pidatonya.

Dalam kesempatan itu, juru bicara kendaraan komando juga menyampaikan hal tersebut.

Secara umum, persyaratan ini tidak hanya berasal dari kepentingan media, tetapi juga kebutuhan masyarakat luas karena mempengaruhi proses demokrasi.

“Hari ini kita berkumpul di gedung mahal, gedung DRP/MP, untuk membangkitkan hati nurani tidak hanya jurnalis, tapi seluruh masyarakat Indonesia,” kata pembicara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *