Filep Wamafma Singgung Fenomena Kasus Hukum Saat Ini ‘No Viral No Justice’

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masyarakat dikejutkan dengan berbagai pelanggaran hukum yang mencuat di Tanah Air dalam beberapa hari terakhir.

Tidak jarang aparat penegak hukum menangani permasalahan hukum setelah suatu kejadian menjadi viral (No Viral No Justice).

Bahkan tak sedikit masyarakat yang mengunggah permasalahan hukum yang dihadapinya ke media sosial untuk mendapatkan dukungan masyarakat luas dan memperjuangkan keadilan.

Senator Philep Wamafuma mengutarakan pendapatnya atas fenomena tersebut.

Ia mengatakan negara mempunyai kewajiban untuk memberikan rasa keadilan kepada warganya, dan karena warga menginginkan keadilan dan bukan sebaliknya, negara tampaknya mengabaikan perlindungan terhadap warganya sendiri.

“Ada satu hal yang kini menjadi perhatian masyarakat luas, yaitu kasus ini, apalagi jika disebarkan melalui media sosial, dapat mengarah pada penegakan hukum dan penegakan keadilan, bahwa masyarakat kita melek hukum dan memiliki kepekaan. hati nurani hukum. Harus dikatakan bahwa dalam kasus ini pemerintah gagal melindungi masyarakat, pemerintah tidak hadir untuk melindungi masyarakat dan memberikan rasa keadilan,” kata Filep. ujarnya, Kamis (5/2024). ).

Ia kemudian menyinggung beberapa kasus, antara lain terkait penegakan bea cukai, kasus asuransi yang tertunda, dan kasus pidana yang ditemukan kembali seperti kasus Viña Cirebon.

Selain itu, masih terdapat kasus pembunuhan yang masih diselimuti misteri, seperti pembunuhan mahasiswa UI Akusein yang belum terungkap selama delapan tahun.

Selain itu juga terkait dengan kasus pertanahan masyarakat adat.

Filep mengatakan rangkaian permasalahan tersebut memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa jika permasalahan tersebut tidak meluas maka akan sangat sulit bagi masyarakat kecil untuk mencari keadilan.

Pace Jas Merah juga mengkritisi tajam kewajiban negara yang timbul akibat kewajiban konstitusionalnya.

“Contohnya saya menyaksikan peristiwa Lempang di Batam, soal investasi yang berimbas pada perampasan tanah adat di Pulau Lempang. Proyek bendungan tersebut diduga merampas lahan perkebunan, ruang hidup, dan bahan baku tekstil alam bagi masyarakat di sana. ” jelasnya.

Tak hanya itu, Filep menambahkan catatan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yang menyatakan bahwa sekitar 2.578.073 hektar wilayah adat telah dirampas oleh negara dan korporasi.

Hal ini melanggar kewajiban Pasal 18B UUD yang menyatakan bahwa negara harus menghormati keberadaan penduduk asli.

“Konstitusi ada untuk menjamin keadilan atau masyarakat adat tidak perlu bersusah payah mencari keadilan karena seharusnya pemerintahlah yang memberikan keadilan itu, masalah pertanahan ini selalu erat kaitannya dengan pembangunan infrastruktur dan saat ini.” , dengan Proyek Strategis Nasional (NSP) harusnya menjadi bahan kajian dan evaluasi,” kata Filep.

Di sisi lain, ada juga kasus HAM: peristiwa 1965-66, penembakan misterius 1982-1985, Taransari, Trisakthi, Sumangi I dan II tahun 1989, kerusuhan Mei 1998, tahun 1997 ada 17 kasus. pelanggaran hak asasi manusia yang serius. tahun 1998, Wasiolu 2001-2002, Wamena 2003, Kasus Pembunuhan Penyihir (1998), Kasus Simpang KAA (1999) dan Kasus Jambu Keupok (2003), Peristiwa Ruma Gudong (1989-1998), Peristiwa Timan Gadja (2000). -2003), kejadian Paniai (2014) Semua kejadian ini sedang didalami Komnas HAM, hasilnya tidak memberikan keadilan bagi para korban,” kata Filep.

Wakil Ketua Pengurus I DPD RI ini juga mengkritisi penegakan hukum masyarakat. Dikatakannya, berdasarkan beberapa kasus terlihat perjuangan masyarakat untuk mendapatkan keadilan memakan waktu yang sangat lama dengan proses peradilan yang panjang sehingga berdampak pada tuntutan masyarakat akan keadilan yang lebih.

“Sayangnya, tampaknya beberapa aparat penegak hukum tidak serius dalam menyelesaikan kasus yang ditugaskan kepada mereka.” Ada kasus Mohammad Irfan Bari, remaja laki-laki asal Madura yang disebutkan namanya dan divonis penjara di ZA, Malang. Soal sikap profesional atau kasus nenek Mina memetik tiga buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) yang berujung pada dugaannya bertanya kembali mengapa masyarakat sulit mencari keadilan di tengah aturan tersebut. hukum dan demokrasi?

Dari sudut pandang masyarakat pada umumnya, katanya, misi Konstitusi jelas: melindungi seluruh negara dan semua pertumpahan darah dan kemanusiaan.

“Mahasiswa hukum perlu memahami bahwa ketika regulasi yang baik didukung oleh pejabat yang jujur, maka penegakan hukum dan penyelenggaraan peradilan bisa berhasil,” ujarnya.

“Kedua hal ini akan menimbulkan rasa percaya diri masyarakat bahwa masyarakat akan mendapatkan keadilan karena keadilan disediakan oleh negara. Saya berharap ini akan direkam dan diberi peringkat. dia menyimpulkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *