TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Misinformasi mengenai produk tembakau alternatif yang dianggap sama berbahayanya dengan rokok dapat membuat perokok dewasa enggan beralih ke produk yang kurang berisiko sehingga menghambat upaya penurunan prevalensi merokok.
Budiyanto, Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), menjelaskan produk tembakau alternatif menggunakan konsep pengurangan dampak buruk tembakau (tobacco Harm Reduction), sehingga risikonya lebih rendah. Oleh karena itu, misinformasi yang menyamakan risiko antara produk tembakau alternatif dan rokok adalah tidak benar.
Budiyanto mengatakan pada Senin (20/5/2024): “Produk yang dirancang untuk mengurangi risiko mungkin tidak seberbahaya produk sebelumnya. Banyak informasi negatif yang beredar saat ini tidak berdasarkan fakta, termasuk berita palsu dan penyalahgunaan produk.”
Sebagai bagian dari asosiasi yang menaungi pelaku rokok elektrik, Budiyanto berharap pemerintah dan masyarakat, khususnya perokok dewasa, tidak tertipu dengan misinformasi mengenai produk tembakau alternatif. APVI juga menghimbau seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, untuk berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran mengenai profil risiko produk-produk tersebut berdasarkan penelitian ilmiah dan bukan opini negatif.
“APVI sangat berkomitmen mendukung pemerintah dalam setiap kebijakan yang baik. Rokok elektronik digunakan di berbagai negara sebagai alat untuk menurunkan prevalensi merokok. Sejak awal, APVI selalu memperjuangkan pembatasan usia bagi seluruh pelaku usaha. untuk memastikan tidak ada penjualan kepada anak di bawah umur,” jelas Budiyanto.
Pada kesempatan terpisah, peneliti Brown University School of Public Health Dr. Jennifer Tidey menjelaskan banyak misinformasi mengenai produk tembakau alternatif sehingga membuat perokok dewasa enggan beralih ke produk yang kurang berisiko.
Perlu diketahui bahwa beberapa produk tembakau alternatif mengalami proses pemanasan dibandingkan proses pembakaran seperti rokok, sehingga tidak menghasilkan TAR.
“Apa yang banyak orang tidak sadari adalah bahwa mungkin bahan kimia tembakau yang mudah terbakar (TAR), bukan nikotin, yang menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan merokok,” kata Dr. Jennifer, seperti dikutip dari website Brown University School of Public Health.
Meski risikonya lebih rendah, produk tembakau alternatif bukanlah pintu gerbang untuk merokok. Dr. Jennifer menilai perkiraan peningkatan jumlah perokok sejak munculnya rokok elektrik belum terbukti signifikan.
Oleh karena itu, produk tembakau alternatif berpotensi menurunkan prevalensi merokok.
“Informasi yang akurat mengenai produk tembakau alternatif yang berisiko rendah harus dimaksimalkan. Jika Anda tidak merokok, jangan mulai merokok. Namun jika Anda sudah terlanjur merokok dan sulit berhenti, beralihlah ke produk yang berisiko lebih rendah untuk mengurangi dampak buruknya. .” dia menambahkan.