TRIBUNNEWS.COM – Komisi Yudisial (KY) menyetujui pemberhentian tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur (31).
Sanksi diputuskan dalam rapat kerja antara KY dan Komisi III DPR RI.
Tim Kuasa Hukum Keluarga Korban, Dini Serra Afrianti, KY.
Keluarga Dini tak hanya mendatangi KY, tapi juga melaporkan ketiga hakim tersebut ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas) RI.
“Terlapor Saudara 1 Erintua Damanik, Terlapor 2 Mangapul, dan Terlapor 3 Heru Hanindyo diberikan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun,” kata Ketua Waskim dan Penyidik DPR KY Joko Sasmita. Gedung RI, Jakarta, Senin (26/8/2024). Tindakan hakim yang diberhentikan
Ketiga hakim yang diberhentikan KY adalah Erintua Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Erintua Damanik menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Surabaya sejak Juli 2020.
Berdasarkan laman PN Surabaya, Erintua Damanik merupakan hakim kelas 1A khusus dengan pangkat Pengawas Kepala Madya. Sedangkan Mangapul merupakan Hakim Kelas 1A Khusus dengan pangkat Ketua Pengawas Madya.
Pria berusia 60 tahun ini pernah menangani kasus bencana Kanchurahan.
Mangapul pernah membebaskan Wahyu Setyo Pranotto, mantan Kapolres Malang, dan mantan Kasar Samapta Polres Malang Bambang Siddique Ahmadi.
Namun putusan tersebut akhirnya dibatalkan di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA). Wahyu Setyo Pranotto dan Bambang Sidi divonis masing-masing 2,5 tahun dan 2 tahun.
Sedangkan Heru Hanindyo mulai bertugas di Pengadilan Negeri Surabaya pada akhir November 2023.
Ia menghabiskan karirnya sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Gianyar Bali.
Heru juga pernah menjadi Ketua Pengadilan Manokwari. Alasan KY meminta MA memecat tiga hakim
Selain memberikan sanksi berat, KY juga mengusulkan agar MA memberhentikan tiga hakim PN Surabaya yang membebaskan Ronald Tannur.
Ada beberapa alasan KY mendesak MA memecat ketiga hakim tersebut.
Wakil Komisioner KY sekaligus Kepala Penyidik, Joko Sasmita mengatakan, beberapa temuan pelanggaran kode etik telah dilakukan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya.
Pertama, ketiga hakim diduga membaca fakta hukum yang berbeda antara yang dibacanya di persidangan dengan yang dimuat dalam salinan putusan perkara Nomor 454/Pid.B/2024.PN.Sby.
Kedua, ketiga hakim disebut sudah membacakan pertimbangan hukum atas penyebab kematian Dini yang berbeda dengan hasil otopsi.
Joko mengatakan penyebab kematian yang dibacakan hakim berbeda dengan yang tertera dalam salinan putusan.
Selain itu, Joko mengatakan ketiga hakim tersebut tidak pernah mempertimbangkan, merujuk, atau menilai alat bukti berupa rekaman CCTV di parkiran Mal Lenmark yang diserahkan jaksa saat pembacaan putusan. Mahkamah Agung: Putusan KY yang Luar Biasa membatalkan putusan bebas Ronald Tannur
MA menyatakan sanksi berat yang dijatuhkan KY kepada ketiga hakim tersebut tidak bisa membatalkan putusan bebas Ronald Tannur.
Hal itu diungkapkan Ketua Kamar Pidana MA Prim Hariyadi di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi di Bogor, Jawa Barat, Senin malam.
Prim menjelaskan, diperlukan sistem hukum untuk membatalkan putusan pengadilan.
Ia mengatakan, keputusan hakim hanya bisa dibatalkan dengan keputusan lembaga peradilan.
“Kalau ada mekanisme untuk membatalkan putusan, harus ada mekanisme hukum. Ada upaya hukum. Pernyataan KY tidak bisa serta merta membatalkan keputusan tersebut,” kata Prim.
Dia membenarkan, tim pemantau MA datang untuk mendalami laporan terhadap tiga hakim PN Surabaya tersebut.
Meski demikian, Prim menegaskan pihaknya masih menunggu hasil panel pengawasan MA.
“Namanya MKH dan ada mekanismenya. Itu arahnya, MKH akan dihentikan kalau terbukti ya,” ujarnya.
“Jadi menurut saya MKH sudah definitif ya. Sebab sanksinya ringan, sedang, dan berat. Kita lihat bersama setelah tinjauan pengawasan,” tambah Prim.
(Tribunnews.com/Garudea P/Jayanti Tri Utami/Igman Ibrahim/Ibriza Fasti Ifhami)