TRIBUNNEWS.COM – Berikut fakta demonstrasi yang diduga dilakukan ribuan orang di depan Kantor DPRD Semarang, Jawa Tengah.
Selain mahasiswa, warga juga turut serta dalam aksi penolakan revisi UU Pilkada.
Diketahui, peristiwa tersebut terjadi di Gedung DPRD Kota Semarang pada Senin (26/8/2024).
Demonstrasi ini berakhir ricuh bahkan mengakibatkan banyak mahasiswa meninggal dunia.
Berikut fakta demonstrasi yang berujung ricuh di Semarang, Jawa Tengah. 33 orang dilarikan ke rumah sakit
Mengutip TribunJateng.com, Kuasa Hukum Kelompok Keadilan Rakyat (GERAM) Tuti Wijaya menyebutkan, sekitar 33 orang dilarikan ke rumah sakit akibat kericuhan tersebut.
Mereka dibawa ke RS Roemani, RS Kariadi, dan RS Hermine Pandanaran Semarang untuk mendapatkan perawatan.
Tootie mengatakan banyak di antara mereka yang mengalami sesak napas bahkan mengalami cedera kepala.
“Saat ini pihak rumah sakit memiliki informasi 33 korban.”
“Ada yang sesak napas, ada yang sakit kepala, ada juga yang sakit jantung dan kami bawa ke rumah sakit,” kata Tuti, Senin (26/8/2024).
Perwakilan mahasiswa Universitas Sultan Agung (Unissoul) Semarang, Bobon, mengaku terengah-engah saat polisi keamanan menembakkan gas air mata.
Kebanyakan dari mereka mati lemas karena terkena gas air mata, kata Bobon di depan Paragon Mall Semarang. Polisi diduga melakukan pemukulan terhadap pelajar
Bobon juga menjelaskan, polisi memasang meriam air.
Begitu banyak siswa yang diusir.
Bahkan, kata dia, ia menduga masih banyak lagi mahasiswa yang diserang aparat.
“Ada juga yang tercipta dari air”
“(Temannya) dikejar sambil dipukul (terlalu) keras,” jelas Bobon. 27 Bawa ini ke Polrestabes
Akibat kejadian tersebut, 27 rekanan pelayanan pun ikut dilimpahkan ke Polrestabes Semarang.
Tuti menjelaskan, aparat menahan 21 siswa dan 6 siswa SMA.
Pengacara lainnya, Geram Nasrullah mengatakan, total yang diperiksa berjumlah 27 orang.
Nasrullah menyayangkan sebagian peserta yang ditangkap masih anak-anak.
“Terus terang, jika ada pelajar yang ditangkap sebagai anak di bawah umur, penyidik juga harus memastikan anak di bawah umur tersebut diperlakukan sebagaimana mestinya,” kata Nasrullah.
Sesuai aturan, lanjutnya, anak tidak boleh diperiksa pada malam hari.
Selain itu, peserta didik juga harus didampingi oleh wali atau kuasa hukumnya.
“Inilah yang kami sukai,” kata Nasrullah. Fasilitas umum rusak
Akibat kejadian tersebut, banyak lembaga pemerintah (fasum) yang hancur akibat demonstrasi mahasiswa.
Dua gerbang dilaporkan rusak, yakni gerbang depan Balai Kota Semarang dan gerbang utama kantor DPRD Kota Semarang.
Kedua gerbang ini runtuh saat orang mencoba memasuki kantor kampus.
Selain itu, pot-pot di sepanjang sisi Jalan Pemuda banyak yang rusak.
Siswa bahkan menulis coretan di dinding Balai Kota Semarang.
Balai Kota Semarang kemudian juga mencatat adanya kerusakan.
Tembok yang dibangun secara tidak memadai di sisi selatan juga runtuh.
Setelah itu, Pemkot Semarang segera mulai membersihkannya.
Kepala Eksekutif Bidang Administrasi dan Komunikasi Sekda Kabupaten Semarang Siswo Purnomo mengatakan sejumlah Dinas Utilitas Daerah (OPD) yang bergerak menuju keberlanjutan, yaitu: Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Dalam Negeri, Diskominfo, Semarang Barat. Pemadam Kebakaran Kecamatan, Kecamatan Semarang Tengah dan Kecamatan Semarang Utara.
Siswo mengatakan, “Kami segera membersihkan grafiti tersebut dan memperbaiki material yang rusak akibat demonstrasi mahasiswa di depan Balai Kota Semarang,” kata Siswo.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJateng.com dengan judul “Ini Daftar Fasilitas Kota yang Rusak Akibat Demonstrasi Kerusuhan di Jalan Pemuda Kota Semarang Tadi Malam, dan 33 Mahasiswa Kabur ke Rumah Sakit Usai Kericuhan Demo di Jalan Pemuda” kota.” Fasad Kota Semarang (DPRD)
(Tribunnews.com/Galuh Vidya Wardani) (TribunJateng.com/Eka Yulianti Fajlin/M Siofri Kurniawan)