Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha melaporkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Perizinan dan Pelaporan (P2P) PT Timah Budi Hatari mengatakan kerja sama dengan perusahaan smelter selama ini dikelola oleh Industri Jasa Pertambangan (IUJP) dan diubah menjadi sisa rencana (SHP).
Hal itu diungkapkan Budi saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait dugaan korupsi sistem perdagangan timah.
Budi menuduh Helena Lim; Mokhtar Reza Pahlevi Ia diperiksa sebagai saksi untuk Emil Emindra dan MB Gunawan.
Satu-satunya kerja sama smelter PT Timah dari Budi adalah PT Refined Bangka Tin pada tahun 2018.
Kemudian CV Venus Inti Perkasa; PT Sariwiguna, Meningkat dengan mergernya PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa.
Jadi prinsipnya patungan itu semua materialnya harus berasal dari IUP PT Timah. Semua itu bersumber dari Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP). Dan pasir yang dihasilkan PT Timah diserahkan ke smelter yang kami sewa. Untuk mencampurkannya menjadi produk setengah jadi. “Ini konsep pertama,” jelas Budi saat uji coba.
Lalu apa fakta dari kasus tersebut?
Yang terjadi, Direktur Operasi Manufaktur (PT Timah) Alwin Albar mengajak kami membuat SOP terkait mitra grosir yang mengantarkan sisa hasil proses, kata Budi.
“Di situ saya dan ketua P2P menanyakan hal itu kepada direktur operasi (Alwin Albar) karena tidak sesuai konsep awal. Operasi penambangan itu berubah menjadi limbah,” jelasnya.
Jaksa kemudian menanyakan apa lagi yang diubah dalam SOP tersebut. Dia hanya menanyakan dalam bentuk apa penerbitannya.
“Jadi pada dasarnya PT Timah menciptakan mitra transportasi untuk mengangkut sisa material dari pipa ke smelter yang disewakan untuk dilakukan peleburan,” kata Budi.
Prosesnya, semua yang harus kita persiapkan sudah kita persiapkan. Karena dalam pelaksanaannya akan dikeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK) oleh unit produksi, jelasnya.
Namun Budi mempertanyakan siapa saja mitra yang akan menjadi mitra transportasi dalam melakukan hal tersebut.
“Jujur saja saat itu belum ada rencana untuk membuat mitra grosir di divisi P2P. Saat itu kami sudah memiliki mitra layanan grosir, jadi saya rasa sudah cukup,” tegasnya.
Makanya ditambahkan istilah mitra transportasi,” tanya jaksa di persidangan.
“Itu yang diminta Pak Alvin, makanya katanya mitra-mitra ini yang akan menyuplai campuran tersebut,” kata Budi.
Makanya Alwin Albar mengatakan itu sebelum SOP diterbitkan. Dia sudah tahu ada yang akan jadi mitra transportasi, jelas jaksa.
“Benar,” jawab Budi.
Seperti diketahui, dalam kasus ini Helena didakwa oleh jaksa berdasarkan Pasal 56 ke-1 UU Tipikor dan Pasal 18 serta Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Pemberantasan Korupsi. .
Ia juga dijerat dengan tindak pidana Pencucian Uang (TPPU) berdasarkan Pasal 8 UU Tipikor dan Pasal 3 dan Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010. KUHP terkait Pencucian Uang Pasal 56 1;