Laporan Jurnalis Tribunnews.com Abdi Ryananda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – FA (23), pembunuh pamannya berinisial AH (32), yang jenazahnya ditemukan terbungkus sarung dan tas di kawasan Tangsel, menyesali perbuatannya.
FA, yang mengenakan seragam penjara, menunduk lesu saat terlihat bersama tersangka lain yang membantu pembunuhan tersebut.
“Saya menyesali perbuatan saya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” kata FA dalam jumpa pers di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (14 Mei 2024).
Bahkan, ia mengaku sangat sedih hingga terjatuh setelah memukul pamannya sebanyak empat kali hingga tewas.
“Saya terjatuh setelah itu, saya menyayangkan kejadiannya,” jelasnya.
Ia awalnya mengaku mampu menahan emosi atas perkataan dan tindakan yang dilakukan terhadap dirinya selama empat bulan bekerja di toko kelontong tersebut.
Namun emosinya mencapai puncaknya ketika korban kembali bertanya kepada pelaku di sela-sela jeda hingga matanya gelap.
“Iya, baru setelah hari Jumat aku benar-benar bisa mengendalikan (perasaanku), Ayah. Karena saya sudah istirahat dan kalau mau istirahat masih disuruh jaga bapak, saya sudah (emosional),” ujarnya.
Atas perbuatannya, FA dan NA dijerat pasal pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati berdasarkan Pasal 340 KUHP juncto Pasal 338 KUHP dan tambahan Pasal 55 dan 56 KUHP.
Diketahui, jenazah AH awalnya ditemukan pada Sabtu pagi (11/5/2024) dalam keadaan terbungkus sarung tanpa identitas di lahan kosong kompleks perumahan di Pamulang, Tangsel.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi akhirnya bisa menangkap pelaku berinisial FA yang sebenarnya adalah keponakannya sendiri.
“Dia (korban) mencoba membuka toko kelontong di sana. Lalu dia tinggal di sana bersama keponakannya, yang keponakannya adalah pelaku,” kata Titus Yudho Ully, Kepala Subdit Reserse Kriminal Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP, saat ditanya, Senin (13 Mei 2024).
Titus mengatakan pembunuhan itu dilakukan pekan lalu, Jumat (10/5/2024), setelah keduanya tinggal bersama selama empat bulan terakhir.
Pelaku sengaja didatangkan dari Sumenep, Madura untuk membantu menjaga toko kelontong korban.
“Iya, karena toko kelontongnya buka 24 jam. Jadi dia pasti membutuhkan orang-orang yang bertugas secara bergiliran. Jadi yang satu tidur dan yang lain melayani,” ujarnya. Kesedihan sering kali difitnah
Hasil penyelidikan terungkap, motif FA membunuh pamannya adalah karena sakit hati karena sering dimarahi pamannya tentang pekerjaannya sebagai penjaga toko.
“Jadi kelakuannya (pamannya) seperti buka sarung, terus menerus dihina, pakai bahasa Madura. Intinya kurang lebih: ‘Jika kamu hanya tidur di sini, lalu apa yang kamu lakukan di sini? Pergi saja, pergi.’ “Kembali ke kotamu,” kata Titus.
Pelaku akhirnya merencanakan pembunuhannya dengan mengambil parang milik seorang penjual kelapa yang sedang berjualan di samping toko pamannya.
Belum cukup, FA dikabarkan dibantu oleh seorang pedagang Soto berinisial NA (28) yang sedang berjualan di depan warungnya.
NA berperan menghasut FA karena menilai korban tidak bersalah membeli rokok.
Sementara itu, NA membeli tas tersebut dan memurnikan darah korban sebelum akhirnya dibuang.