EU Sahkan UU Pertamanya untuk Lindungi Perempuan dari Kekerasan

Negara-negara Uni Eropa (UE) pada Selasa (07/05) memberi lampu hijau pada undang-undang pertama blok tersebut yang bertujuan memerangi kekerasan terhadap perempuan.

Undang-undang baru ini bertujuan untuk melindungi perempuan di UE dari kekerasan berbasis gender, pernikahan paksa, mutilasi alat kelamin perempuan, dan terorisme dunia maya seperti penguntitan online dan pembagian gambar intim tanpa izin.

Undang-undang ini juga memudahkan korban kekerasan dalam rumah tangga untuk melaporkan kejahatannya, yang berdasarkan kerangka baru ini dapat dihukum hingga lima tahun penjara.

Hukuman atas kejahatan terhadap anak-anak, pasangan, mantan pasangan, politisi, jurnalis, dan aktivis hak asasi manusia bisa lebih berat.

Namun, kegagalan untuk mencapai definisi umum tentang pemerkosaan menjadi sumber perdebatan di antara berbagai negara anggota. Politisi Eropa sebut hukum ‘sukses’

“Kekerasan terhadap perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan yang terus terjadi,” kata Wakil Perdana Menteri Belgia Paul Van Tigchelt.

“Undang-undang ini akan memberikan jaminan di seluruh Uni Eropa bahwa pelakunya akan mendapat sanksi dan korban akan menerima semua dukungan yang mereka butuhkan.”

Parlemen Eropa sebelumnya telah menyetujui peraturan baru tersebut pada bulan April lalu dan penerimaan resmi oleh negara-negara anggota pada hari Selasa (07/05) merupakan langkah terakhir sebelum peraturan tersebut menjadi undang-undang.

Sementara itu, negara-negara anggota UE memiliki waktu tiga tahun untuk mengubahnya menjadi undang-undang nasional.

“Ini adalah momen terobosan dalam pemajuan hak-hak perempuan,” kata Marie-Colline Leroy, Menteri Negara Kesetaraan Gender Belgia.

“Kesetaraan sejati hanya bisa terjadi jika perempuan bisa hidup tanpa rasa takut akan pelecehan, serangan kekerasan, atau kekerasan fisik. Undang-undang ini merupakan langkah penting untuk mewujudkan hal tersebut,” tambahnya. Tidak ada definisi umum tentang pemerkosaan

Namun meskipun negara-negara anggota sepenuhnya sepakat tentang pentingnya undang-undang baru ini, teks ketentuan hukum tersebut tidak memberikan definisi umum tentang pemerkosaan, yang menjadi sumber perdebatan selama negosiasi.

Negara-negara seperti Italia dan Yunani mendukung dimasukkannya definisi tersebut, namun Jerman dan Perancis berpendapat bahwa UE tidak memiliki kompetensi dalam hal ini.

Menjelang pertemuan pada Selasa (07/05) di Brussels, Menteri Kesetaraan Spanyol, Ana Redondo, bahkan mengatakan dirinya menginginkan undang-undang yang “lebih ambisius”.

Meski begitu, dia tetap mengatakan undang-undang tersebut adalah “titik awal yang baik.”

Rs/gtp (AFP, KNA)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *