Ekspresi Santai Terdakwa Panca Darmansyah Saat Hakim Jatuhkan Vonis Hukuman Mati

Wartawan TribuneNews24.com, Raynas Abdila melaporkan

Tribunenews.com, Jakarta – Terdakwa Panka Darmansyah bereaksi saat majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati karena membunuh empat anak kandung.

Pancha yang duduk di kursi pasien tidak menangis dan tidak memberontak setelah mendengar putusan majelis hakim.

Setelah putusan dibacakan, dia menemui pengacaranya.

Pancha pun bungkam saat wartawan ini menanyakan reaksinya terhadap hukuman mati.

Ketua Majelis Hakim Sulistio M Bi Putro menilai Panka Darmansiah, terdakwa kasus pembunuhan keempat anaknya, tidak mencerminkan ayah dan suami yang baik.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan hukuman mati kepada Panca Darmansyah dalam sidang hukuman pada Selasa (17/2024).

Yang meresahkan, kondisi terdakwa tidak mencerminkan ayah dan suami yang baik, kata Sulisto

Hakim juga memutuskan terdakwa melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya dan membunuh keempat anaknya.

Perbuatan terdakwa sangat melanggar hukum.

“Terdakwa telah melanggar rasa keadilan, kemanusiaan terhadap korban, dan rasa keadilan masyarakat. Tidak ada hal yang meringankan,” tegas hakim.

Sejarah kasus Pancha Darmansyah

Pancha Darmawansah didakwa membunuh keempat anak kandungnya di Jagakarsa, Jakarta Selatan.

Kasus ini bermula pada Rabu (6/12/2023) saat warga Jagakarsa menemukan empat jenazah anak yang membusuk di sebuah rumah kontrakan di kawasan tersebut.

Keempatnya adalah VA (6), S (4), A (3) dan AS (1).

Sesaat sebelum ditemukannya empat anak tewas di Jagakarsa, Sabtu (12/2/2023), Panca diduga memukuli istrinya hingga lebam dan harus dibawa ke rumah sakit.

Saat itu, tetangga korban, Titin Rohmah (49), mengatakan, dugaan kejadian KDRT itu diketahui saat adik Pankar, D, datang ke kontrakan untuk bekerja.

Lalu D, adik pelaku menelepon, namun tidak ada jawaban. Pintu dibuka paksa dan terlihat Panka memukuli istrinya.

“Awalnya adik laki-lakinya datang menjemput (istri pelaku) bekerja di kantor. Bahkan setelah ditelepon, dia tidak keluar. “Saat dia mendobrak pintu, istrinya Pak. “Burung hantu,” kata Titin.

Kemudian Titin, adik Duskriti, meminta bantuan. Titin mengaku melihat Dee sudah terpukul.

“Istrinya sudah ada benjolan di keningnya, tiga atau empat (benjolan), muntah darah,” kata Titin.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *