Ekspansi Setelah Berbulan-bulan Lesu, Industri Tekstil Sekarang Khawatir Digempur Produk Impor

Demikian dilansir jurnalis Tribunnews.com Lita Febriani.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Setelah bertahun-tahun dilanda pandemi Covid-19, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) diperkirakan tumbuh tahunan sebesar 2,64 persen pada kuartal I-2024.

Pada saat yang sama, terjadi peningkatan volume permintaan eksternal terhadap produk tekstil dan jahit, khususnya produk tekstil meningkat sebesar 7,34 persen (tahunan) dan pakaian sebesar 3,08 persen (tahunan).

Sayangnya, seiring dengan pelonggaran pelarangan dan/atau pembatasan terhadap produk impor yang serupa dengan produk produksi dalam negeri, para pelaku industri harus melakukan beberapa sesi brainstorming.

“Kementerian Perindustrian sebagai pengawas industri menerima masukan dari para pelaku industri mengenai kendala-kendala yang dihadapi dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing. Kekhawatiran pelaku industri TPT adalah tidak adanya ketentuan impor barang serupa dengan yang diproduksinya, “Industri TPT di Jakarta, Direktur Adie Rochmanto Pandiangan, Minggu (26/5/2024). Kemenperin optimistis dengan pertumbuhan industri TPT, jika ada permintaan maka pertumbuhan industri TPT bisa besar. pencegahan pakaian bekas atau tabungan dan pengawasan pasar dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap barang impor. Namun kekhawatiran muncul di kalangan pelaku industri tekstil terkait serangan produk impor.

Selama ini, industri kecil menengah (IKM) garmen dan alas kaki telah mencapai peningkatan permintaan sebesar 30-50 persen di dalam negeri melalui pemberlakuan aturan pemeriksaan teknis produk impor (pertek). 36 Tahun 2023 tentang kebijakan dan peraturan impor.

Demikian disampaikan Ketua Ikatan Pengusaha Pakaian Jadi (IPKB) Bandung Nandi Herdiaman dan Perwakilan Pelaku Usaha IKM Alas Kaki Bandung Endang.

UKM pakaian dan alas kaki khawatir pasar akan kembali dibanjiri impor pakaian dan alas kaki dalam waktu dekat.

“Ini bukan sekedar kekhawatiran, ini adalah pengalaman pahit yang kita alami beberapa tahun terakhir dengan tidak terkendalinya impor pakaian dan alas kaki,” jelas Nandi, yang dapat menyebabkan banyak perusahaan kecil dan menengah kembali melemah dan menutup produksi.

Ia berharap pemerintah kembali melindungi pasar dari serangan impor melalui pemeriksaan teknis (pertek) dan peraturan lainnya.

Presiden Asosiasi Produsen Serat dan Benang Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wiravasta mengatakan pengendalian impor tidak akan efektif karena semuanya dilonggarkan: “Semula kami menyambut baik langkah pengendalian impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023. Menteri ini Peraturan Komersial “mulai Desember 2023 dan berlaku mulai 10 Maret 2024. Dengan demikian, penumpukan peti kemas tersebut disebabkan oleh tindakan oknum importir yang tidak mau mengurus izin impor,” kata Redma.

Menurut dia, 85 persen dari 26 ribu kontainer yang disita merupakan produk jadi milik pedagang dan hanya 15 persen yang ditujukan untuk kepentingan sektor manufaktur. Kemunculan integrasi industri harus diperkuat, dalam hal ini hilir dan hulu.

Namun, ia menilai kementerian lain tidak mendukung visi pengembangan dan integrasi industri tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan deindustrialisasi industri yang menjadi korban: “Kurangnya regulasi sebagai cara mengendalikan impor dapat mempengaruhi iklim investasi dan perkembangan industri TPT nasional, yang juga akan mempengaruhi tingkat penyerapan tenaga kerja,” ujarnya. . .

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *