Eksepsi Gazalba Saleh, Pakar Hukum UI Singgung Penguatan UU KPK

TRIBUNNEWS.COM – Kasus yang melibatkan Hakim Agung nonaktif Ghazalbah Saleh masih hangat diperbincangkan dan menjadi sorotan pengamat.

Pemberian eksepsi atau nota keberatan yang dilakukan Ghazalba Saleh membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menempuh jalur hukum untuk menggugat putusan sementara majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Diketahui, majelis hakim menerima permohonan Ghazalba Saleh yang memutuskan terpaksa keluar dari Rutan KPK.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menilai jaksa KPK tidak berwenang mengadili Ghazalb Saleh karena tidak mendapat kuasa penuntutan dari jaksa agung.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Dr. Febbi Mutiara Nelson mengatakan, permohonan dan dakwaan terdakwa Ghazalba Saleh tidak dapat diterima karena JPU KPK tidak menyetujui pelimpahan wewenang yang dilakukan Jaksa Agung;

Lanjutnya, hal itu sesuai dengan seni. 35 ayat. 1 menyala. j dari UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia diubah dengan UU No. 11 Tahun 2021 (“UU Penuntutan”), Jaksa Agung berwenang melimpahkan sebagian tugas penuntutannya kepada jaksa.

Juga menurut asas sistem penuntutan tunggal, asas een en ondelbaar (satu dan tidak terpisahkan) dan asas kemanfaatan.

“Berdasarkan asas dominus litis, kejaksaan dan kejaksaan mendapat kewenangan mengadili dari penuntut umum. B Kemudian berdasarkan asas sistem penuntutan tunggal dan dominus litis, hanya Jaksa Agung saja yang mempunyai kewenangan mengadili di Indonesia hanya Jaksa Agung,” jelasnya, Minggu (06/09/2024).

Menurut Febbi, Jaksa KPK tidak serta merta menjadi Jaksa yang dilimpahkan kewenangannya kepada Jaksa Penuntut Umum sebagai penuntut tunggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 51 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. . -Komisi Korupsi.

Hal ini juga dibuktikan dengan pertimbangan hakim dalam putusan kasus korupsi satelit Kementerian Pertahanan yang melibatkan terdakwa Suri Vitoelar, dimana jaksa militer mendapat kuasa penuntutan dari jaksa agung.

Majelis hakim menyimpulkan, karena JPU KPK gagal membuktikan dan menunjukkan di persidangan bahwa Jaksa Agung RI telah melimpahkan kewenangan penuntutan, maka Direktur Penuntutan KPK tidak mempunyai kewenangan sebagai jaksa dan tidak berwenang mengadili tindak pidana korupsi. dan kasus TPU.

“Menyikapi keputusan ini perlu kita renungkan, pikirkan, dan kaji secara matang dan hati-hati,” ujarnya.

Undang-undang tersebut, lanjutnya, mengakui asas lex spesialis yang menyimpang dari undang-undang umum, ketika Kejaksaan Agung berdasarkan UU Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Tipikor berdasarkan UU No. Tahun 2002 tentang Komisi Pencegahan Korupsi, dengan perubahan berikutnya. UU No. 19 Tahun 2019 (“UU BPK”).

Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengusut dan mengadili.

Dengan demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan undang-undangnya sendiri dinilai tidak memerlukan izin Jaksa Agung untuk melakukan penuntutan pidana.

Berdasarkan Pasal 6 UU Komisi Pemberantasan Korupsi, ditetapkan bahwa wewenang dan tugas Komisi Pemberantasan Tipikor adalah pencegahan, koordinasi, pengawasan, dan penindakan.

Namun berdasarkan Pasal 12 A Undang-Undang KPK juga disebutkan bahwa dalam pelaksanaan tugas penuntutan pidana, jaksa penuntut umum Komite Pemberantasan Korupsi berkoordinasi sesuai dengan ketentuan undang-undang normatif tersebut.

“Jika kewenangan KPK berada di bawah Jaksa Agung, maka independensi KPK dari UU KPK bertentangan dengan Pasal 3 UU KPK,” tandasnya.

“Namun terdapat celah dalam undang-undang mengenai KPDB sehingga permasalahan ini masih dibahas oleh para ahli hukum, yaitu dikecualikannya pasal tentang kewenangan komisioner KPDB untuk mengadili, dimana kewenangan tersebut sebelumnya ada. diatur.”

Febbi mengatakan, putusan hakim dalam kasus Gazalba perlu ditinjau kembali.

Ia pun mengimbau masyarakat menunggu hasil proses hukum yang akan dilakukan Komisi Pencegahan Korupsi.

Selain itu, Febby mengharapkan hasil terbaik dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.

Pasalnya, dia mengakui langkah KPK dalam kasasi sudah tepat, namun ada baiknya UU BPK kembali memperkuat eksistensinya.

Justru agar tidak menimbulkan keraguan di kalangan hakim dalam mengambil keputusan terkait kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Di sisi lain, persoalan Asas Dominus Litis dan Asas Een En Ondelbaar juga harus memperkuat kedudukannya dalam hukum acara Indonesia.

Perlu adanya duduk bersama dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengembalikan jabatan kejaksaan di bawah kepemimpinan Jaksa Agung sebagaimana mestinya, sehingga aparat penegak hukum tidak lagi menimbulkan permasalahan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pertanyaan kasus

Ghazalba Saleh adalah Ketua Hakim dan hakim senior yang dituduh melakukan dugaan gratifikasi dan pencucian uang sebesar 62,8 miliar rupiah.

Pada Senin (27/5/2024), majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menerima surat keberatan atau eksepsi yang dikirimkan Ghazalbah Saleh, yang merupakan tergugat imbalan dan TPPU dalam perkara pengurusan perkara di Mahkamah Agung. (AKU).

Dalam pertimbangannya, hakim menilai Direktur Penuntutan Umum KPK tidak berwenang dan tidak berwenang mengadili Ghazalba Saleh karena tidak ada surat pendelegasian dari Jaksa Agung. Oleh karena itu, dakwaan JPU KPK dinilai tidak dapat diterima.

Hakim yang mengadili kasus Ghazalba Saleh adalah Fakhzal Hendri, Rianto Adam Pontoh, dan hakim ad hoc Sukartono.

Berdasarkan fakta tersebut, majelis hakim memerintahkan jaksa CPC untuk melepaskan Gazalba dari tahanan. Pada Senin malam, Gazalba resmi keluar dari Rutan K4 KPK.

Ini merupakan kemenangan kedua bagi Gazalba.

Sebelumnya, Gazalba mendapat angin segar setelah KPK menangkapnya pada 8 Desember 2022 dalam kasus dugaan penerimaan suap untuk membereskan kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.

Namun majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung menyatakan Ghazalba tidak bersalah.

Ia kemudian dikeluarkan dari Rutan Pomdam Jaya Guntur pada malam harinya setelah putusan dibacakan pada 1 Agustus 2023.

Kemudian Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun upaya hukum terakhir ditolak. Gazalba dinyatakan bebas.

(Tribunnews.com/Chrysnha, Ilham Rian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *