TRIBUNNEWS.COM – Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan) sekaligus terdakwa Kasdi Subagyono tampil sebagai saksi mahkota dalam persidangan lain yang dilakukan Kementerian Pertanian di KPK Jakarta terkait suap dan pemerasan. Pengadilan, Rabu (19/06/2024).
Pernyataannya yang menyerukan patungan dari pejabat tingkat pertama Kementerian Pertanian karena Dana Operasional Menteri (DOM) untuk Syahrul Yasin Limpo dirasa tidak mencukupi selama masih menjabat Menteri Pertanian (Mentan). .
Awalnya, Ketua Majelis Hakim Rianto, Adam Pontoh, menanyakan kepada Kasdi apakah pernah diundang berbicara dengan mantan Sekjen Kementerian Pertanian periode 2019-2021, Momon Rusmono, saat masih menjabat Direktur. Perkebunan Umum Kementerian Pertanian tentang DOM untuk SYL.
Kasdi pun mengakui pertemuan itu terjadi.
Ia mengatakan dalam pertemuan tersebut Momon mengungkapkan bahwa RUMAH bagi SYL saja tidak cukup.
Jadi, kata Kasdi, senada dengan pernyataan Momon, para pejabat di garda depan perlu melakukan upaya bersama.
“Saat itu disarankan ada beberapa tindakan Menteri yang memerlukan dukungan dari tier I lainnya karena sumber daya DOM yang tidak mencukupi.”
“Dan juga dana operasional di Sekretariat Jenderal tidak mencukupi (untuk menutupi dana operasional SYL),” kata Kasdi.
– Lalu apa solusinya? tanya hakim.
“Selanjutnya, saat kunjungan kerja Menteri, Pak Momon menyatakan bahwa kebutuhan operasional Menteri di Sekretariat Jenderal tidak mencukupi,” jawab Kasdi.
“Tahun?” tanya hakim.
“2020,” jawab Kasdi.
Ia mengatakan perlu membuat usaha patungan senilai Rp50 hingga 100 juta setiap bulannya untuk memenuhi kebutuhan SYL.
Sementara itu, Kasdi mengungkapkan, direktorat yang dipimpinnya saat itu yakni Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian harus menyerahkan uang sebesar Rp 60 juta.
“Berapa banyak yang kamu kumpulkan pada awalnya?” tanya hakim.
“Seingat saya Rp 60 juta,” jawab Kasdi.
Hakim juga menanyakan bagaimana Kasdi mengumpulkan R60 juta setiap bulan untuk SYL.
Ia kemudian menjawab, uang tersebut diambil dari dana operasional Direktorat Jenderal Perkebunan.
Dana dikumpulkan dengan menganggarkan kegiatan fiktif seperti perjalanan bisnis.
“Bagaimana (Kasdi kumpulkan Rp 60 juta)?” tanya hakim.
“Tentu saja Tuanku, tidak ada suara saat perencanaan anggaran, tentu Yang Mulia membawa SPJ dari perjalanan dinasnya,” jawab Kasdi.
– Jadi itu fiksi? tanya hakim.
“Iya tidak boleh hilang (anggaran Ditjen Perkebunan),” jawab Kasdi.
Dia mengungkapkan, setelah uang terkumpul, uang tersebut ditransfer ke Kepala Kantor Umum dan Pembelian Kementerian Pertanian saat itu, Mamana Suherman.
Kasdi menjelaskan, DOM bulanan yang ditransfer ke SYL berjumlah Rp 100 juta atau Rp 1,2 miliar per tahun.
Namun, lanjutnya, SYL hanya mengambil 80 persen atau Rp 80 juta.
Kasdi mengungkapkan, SYL berhak menggunakan DOM, sehingga ia tidak mengetahui untuk apa uang tersebut.
“Sebenarnya itu hak Menteri karena langsung diterima,” kata Kasdi.
Diketahui, JPU KPK mendakwa SYL menerima uang sebesar Rp44,5 miliar hasil pemerasan bawahan dan pimpinan di Kementerian Pertanian untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Pungli disebut dilakukan SYL atas perintah mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Hatta; dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono; Staf Khusus Kebijakan, Imam Mujahidin Fahmid dan asistennya, Panji Harjanto.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Pasal lainnya terkait dugaan korupsi di Kementerian Pertanian