Eks Plt Kadis ESDM Babel Tak Ditahan Sebagai Tersangka Kasus Timah, Ini Alasan Kejagung

Jurnalis TribuneNews24.com Ashri Fadilla melaporkan

TribuneNews.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara atas kegagalan menangkap mantan Plt Kepala Layanan ESDM Banka Belitung Rusbani (BN) sebagai tersangka dugaan korupsi sistem tata niaga. Produk timah

Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidas) Kejaksaan Agung, penangkapan BN belum bisa dilakukan karena kondisi kesehatannya.

Pada Kamis (23/5/2024) Jaksa Agung Zampidsus Fabri Adriansah mengatakan, “Dia kena stroke, (Plt) Kepala Pelayanan”.

Namun kasus tersebut harus tetap dilanjutkan terhadap seluruh tersangka, termasuk mereka yang belum ditahan

Bukti-bukti terus dikumpulkan untuk merampungkan pengajuan kasus tersebut.

“(Pj) Kepala Dinas sedang dalam perjalanan. Sekarang dia yang menjadi tersangka, Hendry Lai yang belum ditangkap,” kata Fabbri.

Sebagai informasi, BNP ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini pada Jumat (26/4/2024).

Saat itu, ia ditetapkan sebagai tersangka bersama dua mantan Kepala Dinas Babel ESDM, Amir Sahbana (AS) dan Suranto Wibowo (SW).

Dalam kasus ini, perusahaan smelter SW, BN, dan AS PT RBT, PT SIP, PT TIN, dan CV VIP diduga berperan dalam penerbitan dan persetujuan RKAB.

Namun RKAB belum memenuhi syarat publikasi.

Ketiga tersangka mengetahui bahwa RKAB yang diterbitkannya tidak digunakan untuk menambang wilayah IUP kelima perusahaan tersebut, melainkan digunakan untuk melegitimasi kegiatan usaha timah yang diperoleh secara ilegal di wilayah IUP PT Timah, kata Kuntdi dalam pesannya. Konferensi pers pada Jumat (26/4/2024).

Daftar tersangka dan kerugian negara

Dalam kasus korupsi pabrik pengalengan, Kejaksaan Agung menetapkan 21 orang tersangka menghalangi keadilan (OOJ) atau menghambat penyidikan.

Di antara tersangka yang dirilis namanya adalah pejabat pemerintah, yaitu:

Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Tahun 2021 s/d 2024, Amir Sahbana; Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015 hingga Maret 2019, Suranto Wibowo; Pj Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN); Mantan Direktur Utama PT Timah, M Reza Pahlavi Tabrani (MRPT); Direktur PT Timah Finance 2017 hingga 2018, Emil Emindra (EML); dan Direktur Operasional 2017, 2018, 2021 dan Direktur Pengembangan Bisnis 2019 hingga 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW).

Kemudian selebihnya merupakan kelompok perseorangan, yaitu:

Cv Venus Inti Parkasa (VIP), milik Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Ahmed Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY); CEO CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN; Rosalina (RL), General Manager PT Tinindo Inter Noosa (TIN); Direktur Utama PT Sariviguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suito Gunawan (SG) alias Awi sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinong; Gunawan alias MBG sebagai pengusaha pertambangan di Pangkalpinong; Shodhitha Banka Tin (RBT), Ketua Direktur PT, Superta (SP); Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT, Reza Andriansah (purnawirawan); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN); Perwakilan PT RBT, Harvey Moyes (HM); Pemilik PT TIN, Hendry Lai (HL); dan Pemasaran PT TIN, Fandi Linga (FL).

Sementara itu, Obstruksi Kehakiman (OOJ) Kejaksaan Agung telah menetapkan adik Tamron, Tony Tamsil alias Aki, sebagai tersangka.

Enam di antaranya ditetapkan sebagai tersangka Pencucian Uang (TPPU) yakni Harvey Moise, Helena Lim, Superta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suito Gunawan.

Kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 271 triliun.

Padahal, menurut Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Zampidsus, nilai Rp 271 triliun akan terus bertambah.

Sebab angka tersebut hanya hasil perhitungan kerugian ekonomi tanpa ditambah kerugian finansial.

“Ini akibat perhitungan kerugian ekonomi, belum lagi kerugian fiskal. Lahan pertambangan sebagian besar masih berupa hutan dan tidak ada klaim,” kata Direktur Kejaksaan Agung Zampidsus, Kuntadi, dalam jumpa pers, Senin. 19/2/2024).

Akibat perbuatan yang merugikan negara tersebut, para tersangka dalam perkara awal dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 1999. Pasal 55(1) KUHP.

Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 UU Pencegahan Tipikor.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *