TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Empat bulan lalu, kasus korupsi yang melibatkan denda atau denda sebesar $294,5 miliar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dikabarkan langsung diberhentikan dengan ditetapkannya tersangka.
Hal ini diungkapkan mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap yang menjelaskan sifat kasus tersebut.
“Komisi Pemberantasan Korupsi harus segera mengambil tindakan terkait hal ini untuk mengetahui siapa tersangkanya. Apalagi laporannya sudah sampai, kata Judi, Jumat (18/10/2024).
Yudi juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menghimbau para pengurus organisasi afiliasinya untuk menerapkan prinsip keadilan dan kepastian hukum.
Misalnya, ketika komisi antirasuah menemukan adanya keterlibatan pejabat tinggi baik dari sumber hukum maupun materil, maka diperlukan asas keadilan dan kepastian hukum, kata Yudi.
Yudi juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan penyidik tinggi untuk mengusut keterlibatan pejabat tinggi badan pengawas pangan dalam kasus tersebut.
Kasus korupsi denda atau denda impor beras senilai $294,5 miliar ini dikabarkan pertama kali dilaporkan ke Komite Riset Anti Korupsi dan Demokrasi Rakyat atau SDR pada 3 Juli 2024.
Selain itu, dalam laporan disebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi mulai memanggil saksi dari Bulog Peru pada 21 Agustus 2024. Saksi-saksi tersebut merupakan pegawai junior yang bekerja di Perum Bulog.
Bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Perindustrian melaporkan terdapat 1.600 kontainer bernilai perkiraan Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Menurut Kementerian Perindustrian, dari 26.415 kontainer yang diblokir di dua pelabuhan tersebut, terdapat 1.600 kontainer beras.
Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal diketahui melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer, termasuk yang berisi beras, telah disita dan masih belum diketahui keabsahannya.