Laporan reporter Tribunnews.com Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) disebut menggunakan anggaran Kementerian Pertanian untuk mencicil mobil pribadi putranya.
Hal itu diungkapkan Plt APBN Kementerian Pertanian Abdul Hafidh saat dihadirkan sebagai saksi dalam kasus korupsi keuntungan dan pencurian di Kementerian Pertanian 2021-2023 berikut ini, serta terdakwa. Syahrul Yasin Limpo (SYL), di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29 April 2024).
Hafidh mengungkapkan, permintaan pembayaran mobil tersebut dilakukan SYL melalui asistennya, Panji Hartanto.
“Apakah Panji pernah menghubungi Anda secara pribadi untuk mengajukan permintaan atas nama menteri?” tanya Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh Hafid dalam kasus tersebut.
“Baik, Yang Mulia,” kata Hafidh.
“Apa yang salah?” Hakim kembali bertanya, “Laporannya soal pembayaran mobil,” jawab Hafid.
Hafid tidak serta merta menelan pekerjaan tersebut, karena ia langsung mengkonfirmasi kepada kepala Biro yang merupakan atasannya.
Perintah tersebut juga disetujui oleh Kepala Dinas SYL yang saat itu menjabat Menteri Pertanian.
“Maaf pak, ada juga perintah dari kepala kantor, selain dari Panji. Mohon konfirmasi ke kepala kantor pak,” ujarnya.
Padahal, sebagai pejabat APBN Kementerian Pertanian, Hafidh tidak bertugas mengurus retribusi mobil pribadi menteri.
Anggaran Kementerian Pertanian tidak ada dana untuk membiayai mobil pribadi para menteri dan keluarganya.
“Itu bukan untuk rumah menteri, kan?” tanya hakim untuk mengkonfirmasi.
“Tidak,” jawab Hafidh.
Namun sebagai anak buah, Hafidh akhirnya memenuhi permintaan tersebut.
Mobil pribadi yang dibiayai dari anggaran kementerian adalah Mobil Alphard.
Alphard dibayar dengan pinjaman Rp 43 juta sebanyak 10 kali setiap bulan.
“Kepala kantor menyampaikan hal itu kepada Anda? Apa yang disampaikannya?”
“Memperbaiki cicilan mobil bulanan. Pinjaman,” jawab Hafidh.
“Mobil yang mana?” kata hakim.
“Alphard,” sapa Hafidh.
“Berapa harganya?”
“Rp 43 juta.” Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL (kiri) menghadiri sidang kasus dugaan penggelapan dan penggelapan pada Senin (22/04/2024) di Pengadilan Tipikor Jakarta. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)
Menurut saksi, mobil Alphard tidak digunakan oleh SYL, melainkan anaknya Kemal Redindo (Dindo).
Untuk itu, Alphard yang dicicil dari anggaran Kementerian Pertanian tak singgah di rumah dinas Kompleks Menteri Pertanian Widya Chandra.
Mobil tersebut dibawa ke rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan.
“Bisakah kamu sendiri yang memberitahuku alasannya?” tanya Direktur Olahraga Rianto, Adam Pontoh.
“Ada yang menggunakannya,” jawab Hafidh.
“Siapa yang menggunakannya?” Hakim Pontoh bertanya lagi.
“Anak Menteri, Dindo,” kata Hafidh.
“Kamu di Jakarta atau Makassar?”
“Oleh Kassar.” Hafidh mengungkapkan, biaya SYL Alphard sebesar Rp 43 juta didapat dari pinjaman vendor yang mengerjakan proyek Kementerian Pertanian.
Penjual meminjam RP 43 juta melalui transfer bank dan tunai.
“Uangnya dari mana kalau tidak ada anggaran?” tanya Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh.
“Pinjaman vendor pihak ketiga dari Kementan. Ada yang dialihkan,Telah dengan Karina (kantor pusat dan staf kantor pembelian dari Kementerian Pertanian) menjawab Hafidh.
Sekadar informasi, dalam kasus ini SYL didakwa menerima pembayaran sebesar Rp 44,5 miliar.
Seluruh dana diterima SYL pada periode 2020 hingga 2023.
“Bahwa uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat Menteri Pertanian RI dengan cara kekerasan sebagaimana diuraikan di atas berjumlah total Rp44.546.079.044,” kata Jaksa KPK Masmudi dalam sidang, Rabu (28/2/2021). 2024) di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat.
SYL mendapat uang itu dengan mengutip pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam aksinya, melainkan dibantu ajudannya, Muhammad Hatta dan mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono, yang juga menjadi terdakwa.
Apalagi, uang yang dikumpulkan Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, penggunaan uang tersebut paling besar digunakan untuk acara keagamaan, urusan kementerian, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, dan nilainya mencapai Rp16,6 miliar.
“Setelah itu uang tersebut digunakan sesuai perintah dan petunjuk terdakwa,” kata jaksa.
Para terdakwa didakwa dengan dakwaan pertama atas perbuatannya: Pasal 12 angka 1 jo Pasal 18 UU Tipikor tentang Pasal 55 ayat (1) angka 1 KUHP tentang dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dakwaan kedua: Pasal dua belas huruf f juncto Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 huruf satu KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Dakwaan ketiga: Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.