Tribun News – Nadav Argaman, mantan kepala badan keamanan Shin Bet Israel, bereaksi terhadap lambatnya negosiasi gencatan senjata di Gaza.
Argaman, yang memimpin Shin Bet dari tahun 2016 hingga 2021, telah menyerukan gencatan senjata segera dan penarikan pasukan dari wilayah tersebut.
Sebab menurutnya Israel belum siap menghadapi perang jangka panjang di Gaza.
Menurut kantor berita Anatolia, katanya dalam wawancara dengan Channel 12 pada Jumat malam (9/6/2024): Israel tidak siap menghadapi perang panjang di Gaza dari sudut pandang sosial dan ekonomi.
Ia juga menilai perang di Gaza seharusnya sudah berakhir sejak lama.
Argaman mengumumkan menyusul pernyataan Netanyahu bahwa Israel mempertahankan posisi militer di Koridor Philadelphia di perbatasan Gaza-Mesir.
Argaman mengatakan keinginan Netanyahu untuk mempertahankan posisi militer Israel di koridor Philadelphia hanya untuk melindungi rezimnya yang berbahaya.
Dia juga menolak klaim Netanyahu baru-baru ini tentang pentingnya koridor Philadelphia pada konferensi pers awal pekan ini.
Dia berkata: Klaim Netanyahu bahwa jika pasukan Israel menarik diri dari wilayah tersebut, Koridor Philadelphia akan menjadi pusat penyelundupan senjata Hamas tidaklah benar.
“Netanyahu bersikeras melindungi Koridor Philadelphia untuk melestarikan rezim mesianis dan berbahayanya,” kata Argaman.
Argaman menekankan bahwa tidak ada hubungan antara “gencatan senjata di Gaza dan Koridor Philadelphia”.
Lebih lanjut Argaman mengungkapkan, sebagian besar senjata Hamas di Gaza dihasilkan dari bahan seperti pupuk pertanian.
Netanyahu juga diminta untuk fokus pada front utara dengan Lebanon dan Tepi Barat, sambil membangun koalisi regional dan internasional melawan Iran, daripada mempertahankan koridor Philadelphia. Serangan Hizbullah terhadap Israel semakin meningkat
Sebelumnya, Shin Bet mempublikasikan pernyataan pada Kamis (5/9/2024) terkait parahnya serangan yang dilakukan kelompok perlawanan Hizbullah Lebanon.
Shin Bet mencatat Hizbullah menembakkan 1.307 roket pada Agustus 2024.
Ini merupakan serangan Hizbullah terbesar di Israel sejak awal tahun ini.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa Hizbullah menembakkan 42 roket dan drone ke Israel setiap hari.
Menurut pernyataan Shin Bet, jumlah ini meningkat empat kali lipat sejak Januari 2024, ketika hanya ada 334 rudal dalam satu bulan.
Sejak itu, serangan Hizbullah terhadap Israel semakin meluas.
Shin Bet mengungkapkan Hizbullah menembakkan 534 roket ke Israel pada Februari 2024.
Kemudian meningkat menjadi 746 pada Maret 2024.
Namun pada April 2024, jumlah roket yang ditembakkan Hizbullah turun menjadi 744 roket.
Namun pada Mei 2024, serangan Hizbullah meningkat secara signifikan, dengan jumlah roket yang ditembakkan ke Israel mencapai 1.000.
Pada Juni 2024, intensitas serangan kembali menurun dan Hizbullah hanya meluncurkan 855 roket.
Serangan meningkat lagi pada bulan Juli, dengan 1.091 roket ditembakkan ke Israel.
Sementara itu, Shin Bet menyebutkan 116 roket ditembakkan dari Jalur Gaza pada Agustus 2024.
Angka tersebut lebih sedikit dibandingkan Juli 2024 yang berjumlah 216 rudal dan Mei 452 rudal. Pihak berwenang di Israel utara merasa warganya diabaikan Kiryat Shmona, Israel – 04 Juli: Asap mengepul setelah serangan roket Hizbullah di Kiryat Shmona, Israel pada 04 Juli 2024. Hizbullah menembakkan lebih dari 200 roket dari Lebanon ke Israel. Kamis, sehari setelah serangan udara Israel menewaskan seorang komandan militer utama. (Mustafa Elkhrouf / Anadolu / Anadolu melalui AFP)
Sementara itu, Ethan Davidi, walikota kota Margaliot di Israel utara, di sepanjang perbatasan Lebanon, mengatakan pemerintah Benjamin Netanyahu meremehkan penduduknya.
Menurutnya, pemerintahan Netanyahu saat ini lemah dan tidak mampu.
Komentar David muncul setelah situasi di Israel utara belum membaik 11 bulan setelah serangan Hizbullah.
Menurut Al-Mayadin, dia mengatakan dalam sebuah wawancara dengan jurnalis Israel Almog Booker di saluran 12 Israel pada hari Kamis: “Pemerintah Israel lemah dan tidak mampu, mereka telah melupakan wilayah utara (Israel).
Davidi juga mengungkapkan, Kota Margaliot benar-benar kosong karena sudah ditinggalkan warganya selama 11 bulan terakhir.
Dia menuduh Netanyahu dan stafnya sengaja “membiarkan Hizbullah melakukan apa pun di Israel utara.”
Hal ini membuat Davoudi dan masyarakat Israel utara melupakan Netanyahu sebagai perdana menteri.
Alasan David adalah Netanyahu tidak melakukan apa pun untuk mengubah situasi di Israel utara.
Sementara itu, penduduk Israel utara harus memikirkan sendiri bagaimana mereka bisa bertahan hidup.
“Selama 11 bulan terakhir, kami melupakan perdana menteri (Netanyahu) karena dia tidak melakukan apa pun untuk mengubah situasi di sini.”
Sementara kami kebingungan mencari keselamatan di selatan dan di mana-mana, tidak ada harapan untuk kembali ke Margalit atau Kiryat Shemon, ujarnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)